Lembaga Study dan Advokasi Hak Asasi Manusia (ELSHAM) di Papua lahir dari perenungan panjang terhadap pergumulan orang Papua akan situasi polotik dan hukum yang bersifat represif. Kenyataan bahwa pendekatan keamanan dan berbagai bentuk kekerasan secara sistematis telah menciptakan rasa takut (traumatis) dikalangan rakyat Papua. Seperti yang kita tahu, berbagai bentuk pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) di Papua telah berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama.
Pelenggaran HAM di Papua mulai mencuat kepermukaan sejak terungkapnya kasus pelanggaran HAM berat di lokasi PT.Freeport Ind. Kasus tersebut dilaporkan oleh Uskup Munninghoff OFM pada tanggal 1 Agustus 1995, yang diikuti dengan berbagai laporan pelanggaran HAM lainnya yang dilaporkan oleh ELS-HAM Papua, Gereja Katholik Keuskupan Jayapura, GKI-Irja dan GKII. Kasus-kasus tersebut diantaranya, kasus Bela, Alama, Jila dan Mapnduma bulan Mei 1998 dan Biak berdarah Juli tahun 1998, serta Laporan Pelanggaran HAM, yang menyingkap misteri Penyanderaan di Mapenduman yang melibatkan ICRC, tentara asing dan tentara Nasional Indonesia, Agustus 1999.
Semua laporan ini menunjukkan betapa suburnya pelanggaran HAM di daerah ini. Hal ini digambarkan pula oleh KOMNAS HAM dalam siaran persnya 24 Agustus 1999, bahwa “Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua Barat berlangsung berulang-ulang, ketidakadilan dan diskriminasi akibat kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini dirasakan semakin menonjol.
Pernyataan KOMNAS HAM ini menunjukkan bahwa pelanggaran HAM di Papua Barat tidak hanya dalam bentuk pelanggaran HAM berat saja, akan tetapi juga dalam bentuk kebijakkan pembangunan yang diskriminatif terhadap penduduk asli. Kondisi objektif dari kompleksitas pelanggaran HAM tersebut telah mendorong praktisi hukum, pekerja LSM dan Gereja serta pemerhati HAM lainnya mendirikan Lembaga Study dan Advokasi HAM Papua Barat dan berbadan hukum pada tanggal 5 Mei 1998.
Visi ELSHAM
Visi dari ELSHAM adalah turut serta mengembangkan dan memajukan pengertian dan penghormatan terhadap nilai-nilai Negara Hukum dan martabat serta HAM berdasarkan UUD 1945 dan Deklarasi Universal Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HAM serta memberi bantuan hukum kepada korban-korban pelanggaran HAM dalam bentuk pendampingan, pembelaan hukum secara terpadu baik kepada individu maupun kelompok masyarakat tanpa membedakan Agama, jenis kelamin, keturunan, keyakinan politik, maupun latar belakang sosial budaya.
Negara hukum adalah negara modern yang beradab, demokratis dimana bangsa dan rakyatnya harus tetap berdiri di atas kaidah-kaidah hukum, menghargai serta mewujudkan demokrasi dan HAM.
Dalam konteks Indonesia penegakkan dan penghargaan pada hukum dan HAM telah diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 dan sebagai bagian dari Bangsa-Bangsa yang beradab di muka bumi, maka secara moral maupun hukum Bangsa Indonesia terikat pula pada Deklarasi Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HAM.
Dengan demikian HAM merupakan kepentingan hakiki bagi seluruh manusia di dunia yang harus dilindungi oleh semua negara-negara merdeka termasuk Indonesia.
Tuesday, March 31, 1998
Sejarah ELSHAM
3/31/1998 09:26:00 PM
Elsham News Service