Thursday, April 22, 2010

Kontras & Imparsial gugat soal aktivisi Papua

JAKARTA (Bisnis.com): Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Imparsial mendesak pemerintah bertanggung jawab atas pembunuhan aktivis politik asal Papua, Yawan Wayeni pada Agustus 2009.

Koordinator Kontras Usman Hamid mengatakan pemerintah maupun aparat penegak hukum masih saja melakukan tindakan disriminasi, stigmatisasi terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam gerakan mendukung kemerdekaan di Papua, termasuk para tahanan politik. Salah satunya, lanjut Usman, adalah ketiadaan pertanggungjawaban hukum atas pembunuhan kepada Yawan Wayeni, seorang aktivis politik di Papua yang tewas ditembak pada 13 Agustus 2009 di Serui.

"Kami meminta Polda Papua untuk melakukan pengusutan terhadap tindakan penembakan sewenang-wenang serta penyiksaan yang menyebabkan terbunuhnya Yawan Wayeni. Seluruh pelaku dari tindakan ini harus diproses secara hukum," kata Usman dalam siaran pers bersama hari ini.

Yawan Wayeni adalah anggota tim 100 yang menyerukan kemerdekaan di depan istana presiden pada 1999. Korban juga bergabung Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua - Yapen Waropen meski tidak lagi aktif setelah terbentuknya Dewan Adat Papua. Karena aktivitasnya, dia dicurigai sebagai aktifis penggerak TPN/OPM maka Korban masuk dalam daftar pencarian orang Polda Papua.

Berdasarkan penelusuran Kontras, pada 13 Agustus 2009 terjadi operasi penyisiran yang dilakukan oleh Brimob Polda Papua dalam rangka menindaklanjuti operasi gabungan dari Polres Kepulauan Yapen dan TNI Komp Rajawali untuk mencari keberadaan kelompok OPM. Pada saat itu, korban sedang berburu kaskus di hutan Mantembu yang terdeteksi oleh Brimob Polda Papua. Karena bermaksud untuk menyelamatkan istri dan anaknya yang masih kecil, korban kembali ke gubuk namun saat itu telah terjadi pengepungan. Saat akan mengamankan diri, korban ditembak dibagian betis sebelah kiri.

Direktur Program Imparsial Al Araf mengatakan selain itu pihaknya menyesalkan berlarut-larutnya penanganan kesehatan terhadap Filep Karma, seorang narapidana politik yang mengalami sakit berat sejak setahun terakhir.

"Kami mendesak Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia melakukan penanganan serius untuk guna mendapatkan operasi prostat di rumah sakit PGI Cikini Jakarta, sesuai rekomendasi resmi dari Direktur RSUD Jayapura, tahun lalu. Tindakan kemanusiaan ini harus segera dilakukan, karena kondisi Karma tidak semakin membaik," ujarnya.

Filep Karma adalah narapidana politik yang dipenjara sejak 1 Desember 2004 karena memimpn sebuah demontrasi damai, mengecam program otonomi khusus Papua. Karma dihukum 15 tahun penjara oleh pengadilan Jayapura karena dianggap melakukan perbuatan makar.

Pada 5 Agustus 2009, dalam penjara Abepura, merasa kesulitan dan kesakitan untuk buang air kecil. Dia minta izin agar bisa berobat di rumah sakit Jayapura namun tak diizinkan oleh kalapas Abepura, Anthonius Ayorbaba. Laporan media akhirnya membuat Ayorbaba memberi izin Karma masuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura, di daerah Dok Dua, pada 18 Agustus 2009. Dia berada di ruang gawat darurat selama tiga malam. Selama sebulan, para dokter Dok Dua melakukan diagnosa serta perawatan Filep Karma.(msb)

Sumber: web.bisnis.com