JUBI — Jika selama ini ada tudingan bahwa Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (ELSHAM) Papua, bekerja untuk kepentingan tertentu seperti membantu perjuangan Papua Merdeka, maka hal tersebut tidaklah benar.
“ELSHAM Papua bukan organisasi separatis, sebab kami bekerja untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan di Tanah Papua,” kata Direktur ELSHAM Papua, Ferry Marisan di Abepura (5/5).
Marisan menilai, selalu ada stigma yang diberikan pemerintah bahwa Elsham berjuang bagi Organisasi Papua Merdeka. “Memang kami pernah diberi stigma ‘separatis’, ini mempengaruhi kerja kami selama 7 tahun dari tahun 2003,” ungkapnya.
Walau demikian, lanjutnya, organisasi ini tetap eksis memberikan advokasi terhadap beberapa kasus pelanggaran HAM di Papua. “Khusus untuk tingkat pendidikan serta hukum dan HAM, kami eksis memberikan pemahaman dan pelatihan bagi masyarakat,” ujarnya.
Elsham beberapa kali memberikan pelatihan Hukum dan HAM misalnya di Okibab, Pegunungan Bintang, Pelatihan bagi Pemantau Pemilu (1999 dan 2004) serta pelatihan Hukum dan HAM bagi security LNG di Babo, Teluk Bintuni (2005 – 2007).
Ia menuturkan, sebuah sematan buruk atas advokasi terhadap kasus penembakan di mile 62 – 63 juga pernah disandang. Sejumlah aktivis ELSHAM Papua dikategorikan oleh Kejaksaan Agung Amerika Serikat sebagai pendukung teroris dan melabelkan TPN OPM pada mereka.
“Kami juga dianggap sebagai agen-agen separatis politik di Indonesia, bahkan pernah di gugat oleh KODAM XVII/Cenderawasih dalam kasus pencemaran nama baik.”
“Intinya pencegahan konflik di Papua menjadi bagian pada desk ELSHAM Papua dengan tujuan membangun Papua sebagai tanah damai, sehingga kami bukan berjuang untuk siapa-siapa melainkan kebenaran dan keadilan di Tanah Papua,” tandasnya. (Eveerth)
Sumber: http://tabloidjubi.com