Saturday, August 6, 2011

Ada Skenario Kacaukan Papua

JAYAPURA – Aksi kekerasan berupa penembakan kembali terjadi di Papua. Kali ini, helikopter militer MI-17 milik Dinas Penerbangan TNI Angkatan Darat, yang tengah mengevakuasi korban tembak, justru kena tembak.

Satu orang tewas. Anggota parlemen menduga rentetan kekerasan ini merupakan skenario mengacaukan Papua. Penduduk diminta tidak terprovokasi.

Penembakan helikopter terjadi Selasa (2/8) sekitar pukul 14.15 WIT di Mulia Puncak Jaya. Pratu Fana Suhandi yang sebelumnya terkena luka tembak saat berjaga di Pos Kotis Brimob dan hendak dievakuasi dengan heli tersebut dari Puncak Jaya menuju Wamena, akhirnya mengembuskan napas terakhir karena tembakan baru yang diarahkan ke heli mengenai dadanya.

Anggota DPR daerah pemilihan Papua dari Partai Demokrat Diaz Dwijangge kepada SH di Jayapura, mengatakan, rentetan tindak kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini sengaja diciptakan untuk mengacaukan keamanan di Papua. Ada situasi ketidakamanan yang diciptakan untuk menakut-nakuti aktivitas warga Papua.

Misalnya banyaknya SMS yang beredar menjelang demo besar-besaran Selasa lalu.“Ini semacam ada skenario besar yang dirancang dan ada pihak yang tidak ingin Papua menjadi tanah damai,” ungkapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, sehari pascaricuh terkait pilkada di Kabupaten Puncak yang menewaskan 19 orang, aksi penembakan dan pembacokan oleh gerombolan sipil bersenjata terjadi di Kampung Nafri, Abepura, Jayapura pada Senin (1/8) dini hari yang menewaskan empat orang dan sembilan luka-luka.

Khusus penembakan di Nafri, Diaz mengatakan di lokasi ini sering terjadi aksi penembakan warga. “Ini bukan kejadian kali pertama,” ujarnya.

Diaz mengatakan aparat keamanan tidak pernah berhasil menemukan pelaku tindak kekerasan di Nafri. Pihak kepolisian sempat menuding Tentara Pembebasan Nasional/Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) berada di belakang aksi ini. Namun, pihak TPN/OPM menolak tudingan ini.

Nama Panglima TPN/OPM Papua Barat Danny Kogoya sempat disebut-sebut sebagai otak di balik aksi penembakan di Nafri, namun tak ada bukti yang bisa diidentifikasi. Pihak kepolisian akhirnya menyebut aksi Nafri sebagai aksi kriminal murni.

Yang pasti, menurut Diaz, aksi ini sengaja menggagalkan proses damai di Papua. “Ini kelompok misterius yang mau kacaukan Papua dan gagalkan proses Papua tanah damai,” katanya.

Ia juga menyesalkan pemerintah (dari tingkat daerah hingga pusat) yang terkesan tidak peduli dengan keadaan ini. “Pemerintah sepertinya diam dengan masalah ini dan tidak ada tanggapan,” katanya.

Ia mengingatkan kasus Nafri tidak bisa dikaitkan dengan kasus kerusuhan pilkada di Puncak, Papua. “Di Puncak Papua murni karena masalah pemilukada, hingga menewaskan belasan orang meninggal,” ungkapnya.

Dengan nada heran, Diaz mengaku siklus tindak kekerasan di Papua selalu terjadi pada tanggal-tanggal yang “disakralkan”. Misalnya 1 Juli yang diakui sebagai HUT OPM, 1 Desember sebagai HUT Papua Merdeka, dan Selasa (2/8) lalu yang bertepatan dengan pelaksanaan Kongres International Lawyers West Papua (ILWP) di London.

Pendekatan Militer

Terkait dengan penembakan heli TNI, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu mengatakan, dari proyektil yang ditemukan di tubuh anggota yang tewas menujukkan para penembak menggunakan peluru kaliber 22 milimeter.

Menurut Pangdam, kelompok yang melakukan penembakan berjumlah sekitar 15 orang. Mereka menembak dari berbagai arah. Saat itu cuaca di lokasi penembakan, Puncak Senyum-Tingginambut gelap, sehingga heli terbang rendah.

Di situlah gerombolan bersenjata ini berhasil menembak dan mengenai bagian bawah heli tepat di samping kiri roda depan di bawah pilot serta bagian samping kanan dekat mesin pesawat.

Dari Jakarta, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan akan mengambil tindakan tegas menyikapi Papua.

Berdasarkan catatan Kementerian Pertahanan, eskalasi tindakan kekerasan di Papua akhir-akhir ini meningkat dan telah menelan korban jiwa sebanyak 23 orang termasuk satu anggota TNI dan satu anggota Brimob.

Menurut Menhan, kejadian diawali pada 29 Juli di mana sekitar 16 orang anggota yang mengaku dari OPM mendatangi proyek pembangunan Tower TV di Kabupaten Paniai, Papua. Belasan anggota OPM ini kemudian melarang dua pekerja melanjutkan aktivitas.

Tindakan itu kemudian dilaporkan kepada petugas yang kemudian melakukan pengecekan di lokasi dan akhirnya terlibat baku tembak. Di TKP ditemukan barang bukti berupa amunisi SS1 tujuh butir, amunisi mouser, sangkur satu buah, tiga pasang sepatu bot, dan dokumen-dokumen OPM.

Bentrokan berdarah juga terjadi pada saat pemilihan kepala daerah (pilkada) di Illaga, Kabupaten Puncak, Papua, Minggu (31/7), yang mengakibatkan 19 orang meninggal dunia termasuk satu anggota Brimob.

Kejadian ini berimbas pada bentrokan kedua di lokasi yang sama antara kedua pendukung calon bupati yang mengakibatkan rumah, mobil dinas, dan sebuah rumah adat Papua Tabuni rusak serta Kantor KPU dibakar.

Peristiwa berdarah lainnya terjadi pada 1 Agustus 2011, ketika kelompok sipil bersenjata mengadang kendaraan di Kampung Nafri, Abepura Papua yang menewaskan empat orang, satu di antaranya anggota TNI dan tiga lainnya masyarakat sipil serta mengakibatkan sembilan orang lainnya luka-luka.

Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Promono Edhie Wibowo mengklaim selain dengan kelompok yang diduga OPM, tak ada konflik lain yang terjadi antara TNI dengan warga Papua.

Pramono mengungkapkan TNI AD akan memfokuskan diri mengejar para penyerang. "Karena mereka mengganggu, akan kami gunakan pendekatan militer," tandasnya.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam mengatakan telah melibatkan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror untuk mengejar para penyerang.

“Densus 88 Antiteror Mabes Polri untuk mengejar mereka dan membantu Polda Papua dan TNI yang melakukan penyisiran. Polri juga menurunkan Tim Laboratorium dan Forensik (Labfor) untuk melakukan olah TKP (Tempat Kejadian Perkara),” ujarnya. Penulis : Odeodata H Julia/M Bachtiar Nur/Lili Sunardi

Sumber; http://www.sinarharapan.co.id