Monday, August 22, 2011

Operasi Militer Timbulkan Teror Baru di Papua

JAKARTA- Pemerintah didesak segera menginisiasi dialog dengan rakyat Papua. Sebab, operasi militer yang digelar dengan dalih pengamanan dari tindak anarkis OPM dinilai hanya menimbulkan teror baru bagi masyarakat di Papua.

"Mereka melihat ini mencekam, ada yang bilang ini siklus 5 tahunan pemilu, tapi ada akumulasi kekecewaan luar biasa, merasa seperti anak tiri, mereka kan ingin didengar, mereka ingin dialog buka-bukaan," ungkap Sekjen Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Benny Susetyo dalam pernyataan persnya kepada wartawan di Kantor KWI Jakarta Pusat, Minggu (21/8/2011).

Menurut Benny, akar permasalahan disintegrasi masyarakat Papua sebenarnya bersumber pada persoalan otonomi daerah yang masih dinilai timpang dari pemerintah pusat. Karenanya, dia menyesalkan jika pemerintah pusat selalu berkutat pada upaya menuding Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan berujung pada operasi militer berimbas tindak kekerasan.

"Otonomi khusus mereka lihat setengah hati, kalau dijalankan benar dan dipercaya, selalu akan ada harapan terhadap pemerintah Indonesia," ungkapnya.

Duduk bersama, imbuh Benny menjadi pilihan paling tepat untuk mengakomodir curahan hati dan harapan masyarakat Papua ini. Sayangnya, kata Benny, pemerintah nampak masih trauma dengan kata 'dialog', yang mereka identikkan dengan definisi "Papua merdeka".

"Dengarlah dulu jangan curigai, kekerasan itu dihentikan dan mencari titik temu, kita bisa lakukan bersama tokoh lintas agama dan tokoh adat yang punya pengaruh di sana, seperti yang dilakukan di Aceh," ujarnya.

Sikap pemerintah yang mengedepankan pendekatan konservatif yakni pendekatan operasi militer ini juga disesalkan aktivis HAM Usman Hamid.

"Sebelum itu, harusnya diselidiki dulu secara tuntas apa betul itu OPM, siapa tahu bukan OPM sejati," kritiknya.

Ironisnya, Usman mengkritik, dengan pengawasan militer yang begitu ketat, kenapa Pemerintah masih saja kecolongan dengan terjadinya tindak kekerasan terhadap warga sipil di Papua, yang juga terkesan dibiarkan.

"Janga-jangan itu digunakan untuk memanasi Papua, sehingga Jakarta mengamini adanya operasi militer daripada proses dialog," serunya. (ugo)


Sumber; http://news.okezone.com