Monday, August 22, 2011

Pergi Memanen Pisang, Das Pulang Sudah Tak Bernyawa

Elsham News Service, 22 Agustus 2011

ENS - Das Komba (30 thn), Jumat jam 07.00 WIT (19/08), menuju kebun yang berjarak 300 meter dari rumahnya di Arso 14. Das ke kebun memanen pisang untuk keluarganya yang akan mengadakan acara syukuran wisuda. Sudah petatas 30 karung, dan 30-an tandan pisang yang ia siapkan, merasa kurang Das berencana untuk menambah beberapa tandan lagi. Namun sejak Jumat Das tidak pulang, dan saat di temukan minggu (21/08) sore, Das telah terbujur kaku dalam lubang yang berjarak, kira-kira satu kilo dari kebunnya.

Dari informasi yang di peroleh ELSHAM Papua, sebelum kejadian, sekitar jam 03.00 WIT, TD (27 thn) dari rumahnya menuju Arso 14 untuk naik angkutan menuju pasar Youtefa di Abepura. Dalam perjalanan dari Arso 14 sekitar 200 meter, mereka di hentikan oleh sekelompok orang yang berpakaian militer. Dua orang penumpang termasuk TD di paksa turun, dan di tanya “Ada barang titipan kah?”.

“Tidak ada, kami tidak tahu” jawan TD, sambil memperhatikan, para pencegat yang terus mebongkar barang-barang hasil kebun mereka yang akan di bawa ke pasar. Setelah memeriksa mobil, merekapun di suruh naik ke mobil untuk meneruskan perjalanan.

Sekitar jam tujuh pagi, WO (30 thn) bersiap untuk mengantar anaknya ke sekolah, saat membuka pintu rumah, ia kaget karena di depan rumahnya ada tentara yang jumlahnya sekitar lima orang. WO pun menyapa mereka “Selamat pagi”, namun sapaannya tidak di balas, malah mereka memperhatikan WO dari ujung kaki hingga rambut.

WO mengambil motor dan mengantar anaknya pergi ke sekolah, di tengah jalan sekitar 10 meter dari rumah ia berpapasan lagi dengan lima orang tentara, WO menyapa mereka, dan di balas dengan anggukan kepala, sampai dekat kali, ia berpapasan lagi dengan lima orang tentara, ia meneruskan perjalanan hingga ke sekolah.

Setelah pulang dari mengantar anaknya, WO menuju kebunnya yang berjarak 600 meter dari rumahnya, baru sekitar 50 meter, ia menemukan sisa makanan, ia menduga, tentara tadi istirahat dan makan di situ. Ia pun tidak jadi meneruskan perjalanannya ke kebun dan langsung pulang ke rumah.

Menurut WO, Febion, kepala suku mereka telah memperingatkan agar selama satu minggu ini jangan ke luar rumah untuk berkebun karena tentara akan datang. “Kalau tidak ke kebun kami tidak bisa makan” ujar WO saat di wawancara relawan ELSHAM minggu (21/08) malam.

Salah satu keluarga korban TB (27 thn) bercerita, pagi itu (19/08) sekitar jam sembilan ia bersama anak berangkat ke kebun yang jaraknya sekitar lima meter dari kebunnya Das. Anaknya berjalan duluan sambil memutar lagu di handphone, dalam perjalanan mereka mendengar dua kali bunyi letusan senapan dari arah kebun tempat Das memanen pisang. Mereka tetap meneruskan perjalanan, sampai di dekat kebun, tiga orang berseragam militer keluar dari kebun dan bertanya sambil menodongkan senjata “Ibu mau ke mana?” tanya mereka.

“Saya mau ke kebun, kami punya kebun disini,” jawab TB ketakutan.

“Ini kami punya hari latihan jadi ibu dengan anak pulang saja, cepat, besok baru kamu ke kebun!” kata mereka.

“Hormat, hormat, kami hanya ibu-ibu saja, iyo kami pulang” jawab TB, dan bergegas pulang bersama anaknya. Saat tiba di rumah, TB memberitahu ke keluarga bahwa ada bunyi tembakan di dekat kebun tempat Das memanen pisang.

Hari mulai gelap Das belum pulang, tidak biasanya Das pulang malam. Keluarga pun bingung dan begegas mencari Das. Dua orang saudara laki-lakinya dan perempuan menuju kebun tempat Das memanen pisang, sampai di kebun mereka hanya menemukan topi yang di pakai Das, sedangkan tas dan parangnya tidak ditemukan. Mereka terus mencari di sekitar kebun tetapi tidak di temukan, maka mereka memutuskan untuk pulang dan akan melanjutkan pencarian besok pagi.

Sabtu pagi (20/08), WO dan lima orang keluarganya mereka pergi lagi mencari di sekitar lokasi, tapi Das tidak di temukan, mareka hanya melihat tanaman yang rusak di injak-injak dan ada garis panjang di dekat kebun seperti orang menyeret kayu. Karena tidak menemukan Das, mereka pulang ke Arso 14 dan meminta bantuan semua keluarga di situ untuk mencari Das. WO bersama keluarga kembali ke lokasi kebun, akhirnya sekitar lima ratus meter dari kebun dekat pinggir jalan mereka menemukan sebuah kuburan.

WO bersama beberapa orang kembali ke Arso dan melapor ke Polsek Arso, bersama polisi, gembala dan kepala suku mereka menuju kuburan, saat di gali, hanya kaleng-kaleng bekas makanan instant, jerigen, beras dan plastik yang di temukan dalam kuburan tersebut, polisi menyita barang-barang tersebut sebagai alat bukti.

Minggu pagi, keluarga besar dari Angkasa dan Entrop Jayapura, dengan satu mobil truk mereka menuju Arso. Sampai di Arso, gembala / pendeta, ketua klasis, kepala suku, seusai beribadah, mereka membagi tiga kelompok untuk mencari Das, dari Arso 14 sampai di bukit dekat hutan yang jaraknya satu kilo lebih. Di dekat bukit, sekitar jam 15.00 WIT mereka temukan Das sudah menjadi mayat, dia di kubur di antara kayu dan batu, di atas kuburnya juga di taruh batu.

Beberapa orang kemudian pergi melapor ke kantor polisi, dan bersama polisi mereka menuju lokasi Das di temukan, kemudian jasad Das digali dan dengan mobil ambulans di bawa ke rumah sakit dok II untuk di autopsi.

Menurut WO (30 thn), Das hanya seorang petani biasa yang tidak punya kaitan dengan organisasi apapun, “Selain berkebun, dia tidak pernah bergabung dengan organisasi, atau melakukan kegiatan lain,” jawab WO dengan wajah yang sedih. Peristiwa ini membuat warga di Arso 14 ketakutan dan tidak bisa berkebun.ENS