TEMPO Interaktif, Jayapura - Sebanyak 20 demonstran dari West Papua National Authorithy (WPNA), termasuk salah satu pimpinannya bernama Markus Yenu ditangkap polisi di Manokwari, Papua Barat, saat melakukan unjuk rasa di Manokwari, Papua Barat, Kamis (22/4) siang. "Belum ada yang ditahan, tapi hanya sedang diperiksa sementara," kata Kapolres Manokwari, AKBP Bambang Ricky, saat dihubungi lewat telepon ke Manokwari, Kamis (22/4) sore.
Ricky juga mengatakan, kelompok pengunjuk rasa ini dibubarkan, karena sebelumnya belum mendapat izin untuk menggelar unjuk rasa pada Kamis (22/4) ini. "Mereka hanya memberikan surat pemberitahuan dan kami pun sudah memberikan surat penolakan atas rencana unjuk rasa itu. Tapi mereka tak gubris, makanya kami bubarkan mereka," terangnya memberi alasan.
Menurut Ricky, para demonstran dari WPNA ini sebelumnya telah diingatkan sebanyak tiga kali untuk tak melakukan aksi demo, sebab belum meminta izin sesuai Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1988 tentang perizinan melakukan unjuk rasa. "Setelah diingatkan tiga kali, mereka tak mau bubar. Makanya, kami tangkap dan periksa mereka sesuai Pasal 218 KUHP," katanya.
Unjuk rasa dari WPNA ini dimulai sejak pukul 09.15 WIT yang terbagi dua kelompok. Kelompok pertama di samping Gedung Olahraga Sanggeng dan kedua di sekitar Amban, dekat Kampus Universitas Manokwari. Ketika dua kelompok yang jumlahnya diperkirakan puluhan orang ini hendak berjalan ke arah Kantor Gubernur Provinsi Papua sebagai titik temu unjuk rasa. Tapi pukul 10.30, mereka dibubarkan pihak kepolisian setempat.
Ada 20 orang pengunjuk rasa yang sedang diperiksa Polres Manokwari, di antaranya masih berusia muda, yakni Ones Suhin (22 tahun), Frebolin Mosmafa (tahun 1990), Yosep Burwos (tahun 1980), Deny Imbiri (tahun 1980), Biby Yantori (tahun 1985), Itael Payage (tahun 1980), Yonimin Wantuk (tahun 1987), Albert Melianus Wantik (tahun 1981), Simon Pakage (1986), Origenes Ayok (tahun 1984), Nataniel Nikson (1987), Erpany Tabuni (tahun 1987), dan Yakonias Imbiri (tahun 1987).
Sementara sisanya, yakni Selianus Kabak (1975), Mala Maryam (tahun 1975), Martinus Manggara (tahun 1962), Piter Wamea (tahun 1961), Markus Yenu (tahun 1972), Hery Mora (tahun 1975), dan Julen Wapon (tahun 1977). "Selain 20 orang kini kami periksa, juga ada beberapa spanduk yang kami tahan. Isinya rata-rata bertuliskan tentang Papua merdeka dan juga ada tentang menolak rencana dialog Papua-Jakarta. Semua spanduk ini kami tahan sebagai barang bukti," tandas Ricky.
CUNDING LEVI