JAYAPURA, KOMPAS.com--Wilayah pesisir Papua merupakan daerah yang cukup strategis bagi masuk dan berkembangnya budaya Austronesia.
Menurut Peneliti Balai Arkeologi Jayapura, Hari Suroto di Jayapura, Rabu, letak geografis Papua merupakan bagian dari wilayah Pasifik paling ujung barat sebagai daratan yang menghubungkan antara kawasan Asia Tenggara dengan kawasan Pasifik. "Lokasi ini merupakan daerah yang strategis untuk persinggahan lalu lintas migrasi dari barat ke timur," ujarnnya.
Hari ia mengatakan, berbagai bukti arkeologis dan bentuk-bentuk budaya berkelanjutan yang ditemukan di daerah pesisir Papua menunjukkan keberadaan budaya Austronesia di kawasan paling timur Indonesia ini.
Budaya Austronesia, kata dia, adalah budaya yang dikenal dan disebarkan oleh bangsa-bangsa yang menggunakan bahasa Austronesia di kawasan antara Madagaskar di belahan barat hingga Easter Island (wilayah Pasifik) di belahan timur, serta Formosa di sebelah utara.
Bukti budaya tersebut yang terdapat di Papua adalah penggunaan Bahasa Melanesia yang dipakai sebagian masyarakat yang merupakan hasil perkembangan dari pengaruh Bahasa Austronesia. "Hal ini terlihat dari tata bahasa dan sedikit dalam perbendaharaan kata-katanya," kata Hari.
Berdasarkan hasil penelitian arkeologi, wilayah Papua yang tergolong memakai bahasa Melanesia adalah Pulau Yapen, Kabupaten Raja Ampat, Biak, Waropen, daerah di sekitar Teluk Wandamen, kawasan sepanjang Pantai Teluk Cenderawasih, daerah di ujung barat Pulau Papua dari Kabupaten Sorong ke arah selatan sepanjang Pantai Selat Sele, daerah sekitar Teluk Bintuni, Teluk Arguni, hingga daerah pesisir Teluk Etna.
Selain itu, masyarakat Papua yang mendiami Kabupaten Fak-fak, Raja Ampat serta Teluk Yotefa, Waena dan Sentani di utara Jayapura menerapkan organisasi kemasyarakatan dengan sistem hirarki dimana para pemimpinnya dijabat secara turun temurun. "Ini merupakan bukti lain budaya Austronesia yang ditemukan di daerah pesisir Papua," kata Hari.
Budaya seperti demikian, lanjut dia, tidak ditemukan di masyarakat Pegunungan Tengah yang cenderung menganggap sesama mereka memiliki derajat dan martabat yang sama.
Sementara itu, tradisi merajah tubuh atau membuat tato yang ditemukan di masyarakat pesisir utara Papua, Teluk Cenderawasih dan daerah Kepala Burung juga merupakan bukti adanya budaya Austronesia di wilayah ini.
Suku-suku yang merajah tubuh diantaranya Suku Meybart yang tinggal di daerah Kepala Burung, Suku Waropen, Suku Biak-Numfor dan orang Sentani, Jayapura.
Hari berharap dengan banyak penelitian yang mengungkapkan perkembangan budaya di Papua dapat menjadi modal bagi masyarakat dalam memandang dinamika kebangsaan dan melaksanakan pembangunan.