Thursday, April 1, 2010

Rekomendasi MRP : HAM Orang Asli Papua

Oleh: Mon. simon Bnd

HAM adalah seperangkat hak yang di miliki oleh seseorang sebagai karunia TUHAN berlaku secara universal, wajib dilindungi di promosikan dan di majukan oleh setiap orang, kelompok maupun Negara. Rekomendasi MRP adalah bentuk pemajuan HAM [Hak Sipol]orang asli Papua sebab Otsus tidak harus di nikmati uangnya saja, akan tetapi perlu untuk di jalankan secara konsisten dan menyeluruh.

Pengaturan mengenai hak-hak politik (hak melilih dan dipilih) setiap orang, telah di pertegas dalam Pasal 43 ay (1), (2) dan (3) UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, oleh sebab itu setiap warga negara mempunyai hak yang sama tanpa harus ada pembatasan baik secara langsung maupun tak langsung dalam bentuk maupun dengan cara apapun.

Implementasi UU Otsus bagi Provinsi Papua Barat tidak hanya terbatas pada orientasi mengejar ketertinggalan, pembangunan infrastruktur, kesejahteraan rakyat serta pendidikan dan kesehatan, akan tetapi Otsus atau special autonom meyertakan perlunya untuk di terapkan kebijakan yang mengandung pemberpihakan to affirmative, perlindungan to protect dan Pemberdayaan to empowerment bagi orang asli Papua atau Papuan Original Peoples.

Semenjak lebih dari 36 tahun terintegrasi ke dalam NKRI, orang asli Papua selalu saja tertinggal bahkan termarginal di negri sendiri. Orang asli Papua terkesan menjadi penonton terhormat yang menyaksikan orang luar mengekspolitasi sumber dayanya, Fakta membuktikan di jajaran birokrasi pemerintah daerah, orang asli Papua lebih banyak berada di posisi-posisi yang bukan sebagai pembuat kebijakan, ironisnya ada kecenderungan yang menilai orang Papua masih minim kualitas sumber daya, ini menjadi problem serius yang memaksa orang asli Papua harus hidup bak terjajah rezim.

Lewat kompromi politik Jakarta – Papua, Otsus di berikan kepada orang asli Papua. Melalui kebijakan ini di harapkan akan ada peluang bagi orang asli Papua yang nantinya duduk sebagai pengambil kebijakan policy maker guna merumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat mengangkat derajat orang asli Papua sesuai dengan karakteristik orang asli Papua itu sendiri.

Konsep ”orang asli Papua” menurut Otsus didefinisikan sebagai orang atau suku-suku yang berasal dari rumpun ”Ras Melanesia” dan atau orang yang di terima oleh masyarakat adat sebagai orang asli Papua [lihat Pasal 1 huruf T UU Otsus], orang asli Papua tersebar di wilayah yang secara administratif terbagi menjadi dua Provinsi (Provinsi Papua dan Papua Barat). Di kedua Provinsi ini, orang asli Papua secara kuantitaif terdiri lebih dari 256 suku-suku yang tersebar di daerah pesisir pantai, rawa, dataran rendah hingga yang bermukim di daerah-daerah pegunungan.
Tahun 2010, Menyongsong bergulirnya pesta demokrasi lokal (Pilkada Gubernur, Bupati/Wali Kota dan Wakil Gubernur, Wakil Bupati/Wakil Walikota) di Papua dan Papua Barat, MRP (Majelis Rakyat Papua) kembali mengeluarkan sebuah kebijakan strategis yaitu, ”Rekomendasi tentang kriteria Calon Kepala Daerah dan Calon Wakil Kepala Daerah harus orang asli Papua”.

Di undangkannya Rekomendasi tersebut, berbagai pihak secara khusus di Papua Barat menanggapi dengan reaksi yang beragam oleh orang yang juga berbeda. Dalam kerangka demokrasi, perbedaan reaksi terkait Rekomendasi MRP bisa di pahami, akan tetapi sangat fatal jika ada kelompok-kelompok yang di susupi menolak rekomendasi MRP dengan tanpa meletakan dasar penolakan pada kerangka pemberpihakan, pemberdayaan dan perlindungan orang asli Papua [Cahaya Papua 23/01 ”Demo massa di Bintuni menolak Rekomendasi MRP], kenyataan lainnya elit politik orang asli Papua juga tidak menerima Rekomendasi MRP dengan mengatakan ”keputusan MRP tidak layak lantaran penduduk Papua heterogen” [Cahaya Papua 26/01].

Mengacu dari konstelasi politik di atas, hak orang asli Papua adalah HAM yang juga sama dengan suku lain dari luar Papua, kehadiran Rekomendasi MRP tentang kriteria kandidat kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah wujud nyata implementasi HAM yang wajib untuk di hormati oleh siapapun. Semoga di atas penghormatan terhadap hak orang asli Papua kita menemukan kewajiban asasi juga bagi orang non Papua.

Penulis sebagai volunteer LP3BH Manokwari

Source: Cahaya Papua