JAKARTA, KOMPAS.com -Forum Akademisi untuk Papua Damai mendesak dibuka dialog Jakarta-Papua untuk mencari solusi damai atas permasalahan kekerasan yang menahun di Papua. Forum Akademisi untuk Papua Damai yang didukung 18 ilmuwan dan aktivis menegaskan dalam jumpa pers, Jumat (11/8/2011), konflik Papua harus diselesaikan tanpa pendekatan militeristik yang selama ini tidak pernah menyelesaikan persoalan.
Direktur Program Imparsial Al Araf menerangkan, Papua terus dilanda konflik sejak awal integrasi hingga saat ini dan persoalan ketidakadilan tidak teratasi. Penggunaan pendekatan keamanan selama ini terbukti tidak menyelesaikan persoalan konflik. Akibatnya Konflik Papua justru terus langgeng dan kian mengakar dimana para pelakunya yang terus beregenerasi dari tahun ke tahun.
"Dalam kondisi lapangan, upaya penekanan pola pendekatan militeristik atau jalan kekerasan terus menimbulkan korban warga sipil di Papua, sebagai akibat dari kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan kerap dilakukan oleh aparat keamanan di Papua," ujar Al Araf.
Dalam konteks lainnya, Negara telah mengeluarkan kebijakan dengan memberikan Otonomi Khusus (Otsus) terhadap Papua yakni sejak tahun 2001. Kendati demikian, pemerintah pusat juga dinilai tidak konsisten dalam penerapannya sehingga gagal khususnya dalam menyejahterakan rakyat Papua.
Lebih jauh, penggunaan jalan dialog ini juga penting jika mempertimbangkan adanya kompleksitas persoalan yang menjadi akar konflik Papua. Di titik ini, harus dipahami bahwa persoalan akar konflik Papua ini bukan semata urusan keamanan, atau secara spesifik terkait munculnya separatisme Papua.
Jika dicermati lebih jauh, bahwa akar persoalan konflik Papua sesungguhnya begitu kompleks yang meliputi berbagai sektor kehidupan di Papua: persoalan sejarah, politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, kesejahteraan, dan lain-lain. Oleh karena itu keliru bila konflik Papua disederhanakan menjadi persoalan separatisme semata.
Kompleksitas persoalan menuntut penyelesaian konflik Papua secara komprehensif. Upaya itu dapat dirintis melalui dialog damai. Jalan dialog damai bukanlah suatu tujuan, melainkan sebagai proses awal untuk bisa menyepakati berbagai akar masalah dan bagaimana cara penyelesaiannya.
Berdasarkan latar belakang persoalan di atas, kami dari Forum Akademisi untuk Papua Damai yang terdiri atas: 1. Prof. Dr. Mestika Zed (Universitas Negri Padang) Prof. Dr. H. Arfin Hamid, S.H., M.H (Universitas Hasanuddin) Prof. Purwo Santoso, M.A., Ph.D (Universitas Gajah Mada) Dr. Muridan S. Widjojo (Universitas Indonesia) Dr. Mangadar Situmorang (Universitas Parahyangan).
Dr. I Nyoman Sudira (Universitas Parahyangan), Dr. M. Ali Syafa'at (Universitas Brawijaya), Dr. Rahayu, S.H., M. Hum (Universitas Diponegoro), Dr. Otto Syamsuddin Ishak (Universitas Syiah Kuala), Dr. Pater Neles Tebay (Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Fajar Timur), Dr. Antie Solaiman, M.A (Universitas Kristen Indonesia).
Ir. Sahat Marojahan Doloksaribu, M.Ing (Universitas Kristen Indonesia), R. Herlambang Perdana W, S.H., M.A (Universitas Airlangga), Shiskha Prabawaningtyas, M.A (Universitas Paramadina), Sholehudin A. Aziz, MA (Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah), Munafrizal Manan, S.Sos, M.Si (Universitas Al-Azhar Jakarta), Vience Tebay, S.Sos, M. Si (Universitas Cendrawasih), Anton Aliabbas, M.Si., MDM (Universitas Pertahanan Indonesia).
Para akademisi ini menyatakan prihatin terhadap berlarutnya konflik di Papua; berkeyakinan bahwa konflik di Papua dapat diselesaikan melalui dialog damai; dan mendesak para pihak untuk tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan di Papua.Sumber; http://nasional.kompas.com