Friday, August 12, 2011

Gugat Pepera, Syaratnya Harus Negara

Pemerintah Dinilai ‘Setengah Hati’ Tuntaskan Masalah Papua
Jayapura – Kendati sampai saat ini belum ada laporan hasil resmi dari penyelenggara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) International Lawyer West Papua (ILWP) yang digelar di Oxford 2 Agustus lalu, terkait rencana menggugat pelaksanaan Pepera 1969 ke Mahkamah Internasional, namun menurut Imparsial Jakarta, upaya untuk menggugat Pepera ke Mahkamah Internasional tidak akan berhasil bila dilakukan oleh ILWP. Alasannya karena syarat untuk menggungat ke Mahkamah Internasional adalah sebuah negara, sementara ILWP sendiri bukanlah suatu negara.

“Pertama, ILWP itu bukanlah sebuah negara, karena yang bisa mengajukan gugatan tersebut ke Mahkamah Internasional harus sebuah Negara. Kedua, Pepera sudah disahkan oleh PBB, dan hampir semua negara mengakui bahwa Papua berada dalam NKRI, jadi saya rasa apa yang di perjuangkan oleh ILWP hanyalah “janji kosong,” karena ILWP tidak bisa melakukan itu,” kata Poengky Indarti, Direktur Eksekutif Imparsial Jakarta yang juga getol menyoroti sepak terjang militer di Papua maupun sejumlah persoalan HAM di Papua via telepon Rabu (10/8) semalam.

Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Benny Wenda melalui ILWP maupun IPWP sebenarnya merupakan sebuah upaya untuk mencari dukungan dari negara – negara yang merasa berkepentingan dengan lepasnya Papua dari NKRI, tapi rasanya hal tersebut sulit, karena semua negara kecuali Vanuatu setahu saya sudah bulat mendukung kedaulatan Papua ke dalam NKRI.

“Aksi mereka kemarin tidak lebih upaya mencari dukungan dari beberapa negara yang diharapkan simpatik, kalau sekiranya Pemerintah sudah merasa yakin, bahwa keputusan PBB itu sudah sah, saya pikir tidak perlu terlalu bereaksi yang berlebihan terhadap Konferensi ILWP itu, jadi pemerintah harus fokus bagaimana menjawab apa yang menjadi akar masalah di Papua selama ini”, tandasnya lagi.

Sedangkan Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Yan Christian Warinussy, SH mengatakan bahwa bicara “Legal standing” atau kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan yang menentukan adalah aturan hukum dan penafsiran Hakim yang akan menangani perkara dimaksud.

“Dalam kaitannya dengan upaya menggugat PEPERA yang tengah di upayakan oleh ILWP, atau siapa saja, apalagi masyarakat Papua bisa mengajukan gugatan, karena terkait dengan hak-hak mereka sebagai rakyat Papua, jadi Hakim yang akan memutuskan nantinya, kalau menurut Hakim yang menangani perkara yang akan di gugat, ILWP mendapat kuasa dari rakyat Papua, bisa saja diterima”, katanya via telepon Rabu (10/8) semalam.

Ia menambahkan, namun jauh lebih strategis kalau gugatan dilakukan di tingkat nasional terlebih dahulu, karena Indonesia punya sistem hukum sendiri, karena belum tentu keputusan Hakim di tingkat Mahkamah Internasional bisa serta merta di terapkan ke dalam negara berdaulat seperti Indonesia.

“Jadi saya lebih mendorong untuk dilakukan gugatan ke dalam sistem peradilan Indonesia dahulu, yang ajukan bisa saja Dewan Adat Papua, atau lembaga yang mendapat kuasa hukum dari rakyat Papua, itu prosedur yang jauh lebih tepat”, kata Advokat yang pernah meraih Penghargaan Internasional Jhon Humphrey Award dari Canada di tahun 2005 dalam bidang HAM.

Masih menurut Direktur Imparsial Jakarta, ia berharap semua stakeholder yang ada di Papua mengedepankan upaya – upaya damai dan dialog untuk mencari “jalan tengah”, kalau masing – masing pihak bersikukuh pada pendirian masing – masing, nantinya yang akan di rugikan adalah rakyat Papua yang tidak terlalu memahami masalah politik.

Sementara itu, sehubungan dengan masih berlarut – larutnya masalah di Papua, mulai dari impelementasi Otsus yang tidak berjalan sesuai keinginan rakyat banyak, maraknya aksi kekerasan yang merenggut nyawa warga sipil, serta semakin meningkatnya eskalasi politik dan aspirasi “M”, di nilai sebagai buah dari ketidak seriusan Pemerintah pusat maupun daerah untuk menuntaskan masalah di Papua.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Imparsial Jakarta, Poengky Indarti selaku Direktur Eksekutif kepada Bintang Papua via telepon Rabu (10/8) kemarin, menurutnya Pemerintah masih “setengah hati menuntaskan masalah Papua, bahkan terkesan memang ada upaya pembiaran agar situasi di Papua tetap dalam kondisi saat ini, kisruh.

“ya, kita berharap ada kesungguhan Pemerintah baik pusat maupun daerah untuk merangkul dan menggandeng semua pihak, khususnya mereka yang selama ini menyerukan aspirasi “M” baik secara terang – terangan “menantang” negara, maupun secara halus menggunakan isu – isu lainnya untuk duduk bersama, ada kepentingan yang lebih besar yang harus di utamakan, rakyat Papua”, ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa selama ini Pemerintah terkesan sengaja memelihara konflik di Papua, dimana tidak ada kesungguhan untuk menegakkan aturan dan hukum, jadi pertentangan demi pertentangan kebijakan terus di buat oleh Pemerintah, sehingga acap kali pendekatan represif yang di kedepankan, meski pihak mliter sudah menegaskan bahwa mereka telah melakukan perubahan yang drastis dalam menangani masalah Papua, namun kenyataan masyarakat masih merasakan suasana yang tidak berbeda dengan masa – masa sebelumnya.

“Dalam banyak kasus kekerasan, tugas polisi harusnya mengungkap siapa dalang di balik peristiwa tersebut, tapi selama ini tidak ada hasil – hasil yang nyata, jadi masyarakat bertanya – tanya, apakah benar ulah OPM, ataukah OPM gadungan yang tidak bisa di pungkiri ada OPM yang memang di pelihara oleh alat negara untuk tujuan tertentu”, tandasnya.

Untuk itu, semua berpulang ke Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah untuk memberikan pemahaman, menggandeng dan menuntaskan masalah di Papua, karena saat ini bisa di bilang belum tuntasnya masalah di Papua karena Pemerintah tidak pernah serius menuntaskan, alias hanya setengah hati saja.

Contoh kongkrit tidak keseriusan Pemerintah, adalah terkait kegiatan Benny Wenda di Inggris, yang merupakan salah satu daftar buron Interpol, tapi yang bersangkutan bebas menggalang dukungan di luar negeri, dan diketahui, tapi tidak ada upaya hukum yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

“ini patut dipertanyakan, saya buka di daftar buruan Interpol, selain Nunun Nurbaety, Nazaruddin yang sudah tertangkap, ada nama Benny Wenda juga di dalamnya terkait sejumlah kasus di Papua, tapi pemerintah (Polisi) sama sekali tidak ada upaya penegakan hukum, ini menjadi satu contoh nyata, betapa Pemerintah tidak serius menuntaskan masalah Papua”, jelas Poengky di ujung telepon.

Pemerintah menurutnya sengaja menggantung masalah yang ada di Papua, mulai dari polemik seputar kegagalan Otsus, gangguan kamtibmas dan penembakan yang meresahkan warga sipil, sampai kampanye “M”, sampai hari ini Pemerintah tidak melihat itu sebagai sebuah masalah yang harus di carikan solusinya.(amr/don/l03)

Sumber; http://bintangpapua.com