JAKARTA - Pengerahan pasukan TNI dalam memberantas gerakan separatis di Papua menuai banyak kecaman dari sejumlah pihak. Pengerahan pasukan yang dilakukan TNI menyalahi aturan karena tidak berdasarkan keputusan poltik dari DPR dan Presiden.
"(Pengerahan pasukan) itu tak pernah ada keputusan politik," kata Wakil Ketua Komisi 1 DPR Tubagus Hasanuddin dalam diskusi publik bertema "Sekuritisasi Papua: Implikasi Pendekatan Keamanan Terhadap Penegakan HAM di Papua," di Jakarta, Selasa (9/8).
Menurut dia, Papua terus bergejolak semata-mata bukan karena gerakan separatis. Terdapat empat faktor yang menjadi pemicu, pertama, adanya sebuah kegiatan marjinalisasi dan diskriminasi terhadap masyarakat asli Papua. Kedua, adanya perbedaan persepsi historis yang sangat mencolok antara rakyat Papua dan banyak elite di Jakarta.
Ketiga, gagalnya pembangunan ekonomi di Papua. Dan keempat, adanya rasa traumatis yang berkepanjangan. Empat poin tadi terus tumbuh dan berkembang. "Keempat masalah itu tidak kunjung selesai sehingga melahirkan otonomi khusus (otsus), namun Otsus ternyata juga bermasalah," katanya.
Hasil audit BPKP pada 2010, ada sebanyak 4,21 triliun rupiah dana otsus hilang. Tidak jelas uang itu ke mana dan peruntukannya untuk apa. "Yang saya tahu, otsus itu hanya dinikmati oleh elite-elite," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Program Imparsial Al Araf melihat pemerintah kerap mengedepankan aparat militer untuk menyelesaikan konflik di Papua. "Sekuritisasi di Papua kerap dijadikan pendekatan untuk menyelesaikan konflik di Papua," kata Araf.
Dia memaparkan, kebijakan sekuritisasi dapat dilihat dari masih berjalannya operasi militer di Papua yang berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM seperti yang terjadi di Puncak Jaya. Ada pula indikasi penumpukan dan penyimpangan anggaran APBN, APBD dan dana dari PT Freeport Indonesia dalam pelaksanaan operasi yang dilakukan TNI.
Perlindungan
Imparsial merekomendasikan agar pemerintah meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM di Papua dengan mempercepat reformasi tingkat keamanan, terutama reformasi TNI. Selain itu, pemerintah juga harus mengurangi jumlah aparat militer di Papua.
Saat ini, Imparsial memperkirakan terdapat sebanyak 14.842 pasukan TNI yang ada di Papua. Jika tak ada pengurangan, besar kemungkinan pada 2024 akan berlipat menjadi 32.000 pasukan. Jumlah pasukan militer sebanyak itu, menurut Araf, sama artinya melabeli Papua sebagai daerah darurat militer.
"Pemerintah harus mengedepankan pendekatan penegakan hukum dengan menempatkan polisi sebagai garda terdepan dalam menjaga keamanan dengan tetap menghormati nilai HAM. Sekuritisasi tidak akan menyelesaikan konflik di tanah Papua," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti melihat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dinilai lemah dalam mengawasi kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Papua.
"Saat ini otoritas pemantauan HAM yang dijalankan oleh Komnas HAM tidak berdaya, baik karena ketertutupan informasi maupun pemangkasan dan ketidakpedulian TNI terhadap rekomendasi yang diberikan Komnas HAM," kata Poengky.
Lemahnya kemauan dan keberanian Komnas HAM dalam menyikapi persoalan pelanggaran HAM di Papua juga menjadi faktor penghambat dalam mengawasi aktor keamanan, apalagi di dalam menyelidiki dan menindaklanjuti kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi.
Di tempat terpisah, sejumlah aktivis Barisan Merah Putih RI untuk Papua mendatangi Kementerian Pertahanan dan menjenguk korban penembakan akibat konflik Papua, di Rumah Sakit Prajurit Angkatan Darat (RSPAD).
Ketua Umum Barisan Merah Putih, Ramses Ohee, menyatakan pemerintah daerah Papua harus bertanggung jawab atas serentetan konflik yang terjadi di Papua. "Korban berjatuhan karena pelayanan pemda belum menyentuh kehidupan rakyat," ujarnya.
Ramses menyatakan, pemda harus bertanggung jawab agar rasa memiliki masyarakat Papua terhadap NKRI semakin berkembang. Elite pemda, tambahnya, harus menjadi orang nomor satu yang harus menyejahterakan masyarakat Papua. "Uang otsus harus bisa untuk menyejahterakan rakyat," katanya.
Sekjen Barisan Merah Putih, Yonas Nussy, menambahkan TNI justru tak bersalah dengan adanya konflik tersebut. TNI justru menjadi korban dalam konflik itu. "Kita justru perlu memberikan sentuhan dan kekuatan agar anggota TNI bisa terhibur dan bisa kembali bertugas seperti biasa," tambah. way/P-3
KORAN JAKARTA
Sumber; http://m.koran-jakarta.com
Friday, August 12, 2011
Pengerahan TNI Harus Ada Keputusan Politik
8/12/2011 12:35:00 AM
Elsham News Service
Related Posts / Artikel Terkait :
OTSUS
- Menari dan Berkoteka, Mahasiswa Papua di Makassar Demo Tolak Pemekaran
- Aceh Agency to Be Model for Papua
- Some Papuans skeptical about UP4B
- Papuans’ trust in Jakarta pinned on new team
- Menkeu Minta DPR Panggil Gubernur Papua
- Keppres Percepatan Pembangunan Papua belum Diteken
- JK : Otonomi Khusus Tak Cukup untuk Selesaikan Konflik Papua
- Aceh Peace Model Stumbles in Troubled Indonesian Papua Region
- Akankah Janji Pembangunan Merata, Damaikan Papua?
- Pemerintah siapkan peraturan presiden soal percepatan Papua
- Papua Terima Kucuran Dana Tambahan Rp1 Triliun
- Dana Otsus Papua Harus Diawasi Ketat
- Hentikan Pendekatan Militer di Papua
- Gugat Pepera, Syaratnya Harus Negara
- Forum Akademisi untuk Papua Damai
- Forum Ilmuwan Desak Dialog Jakarta Papua
- Tantowi: Perlu Ada Kementerian Khusus Papua
- Bangun Papua Sesuai Aspirasi
- Hilangkan Label Separatis
- Otsus Belum Didukung Ketentuan Pelaksana
- Kemenlu: Tak Ada Yang Masalahkan Papua
- Penguatan Pengetahuan Lokal Papua Dalam Otsus yang Melemah
- Referendum Bisa Ciptakan Konflik Baru
- Keadilan Bagi Papua
TNI
- Parlemen Belanda Larang Jual Tank Leopard ke Indonesia
- Tolak Leopard, Pangdam Cenderawasih Minta Panser
- Hentikan Pembentukan Milisi di Papua
- Panglima TNI: Biarkan Polisi Usut Kasus Kapten Tasman
- 400 TNI Diberangkat ke Papua
- Indonesian president needs to reign in rampant military in West Papua
- SBY Diminta Copot Kapolda dan Pangdam Cenderawasih
- Pratu Hasirun Divonis 6 Bulan
- Operasi Militer Tak Selesaikan Konflik Papua
- Separatisme Papua Makin Mengkawatirkan
- Valens: Militer Tak Memadai Redam Separatisme
- Ikrar Curigai Peran TNI di Konflik Papua
- Ribuan TNI Diterjunkan di Papua
- Pengerahan TNI di Papua Tanpa Keputusan Politik
- OTK Kembali Beraksi di Abepura
- Minibus Ditembaki Orang Tak Dikenal
- Soal Papua, di Mana Komnas HAM?
- Ridha Saleh: Tak Cukup Dana Otsus, Papua Butuh Dialog Secepatnya
- Referendum Bisa Ciptakan Konflik Baru
- Cegah Separatis Papau Dipecah Jadi Empat Provinsi
- Pemerintah akan Lakukan Koordinasi Masalah Papua
- TNI Angkatan Darat Bentuk Tiga Divisi Baru
- Kasad: Pendekatan Militer untuk Hadapi OPM
- Atasi Rusuh Papua, Ini Strategi Lemhanas
Act of Free Choice
- Unconfirmed Reports Of Imminent Major Security Crackdown
- Unsolved West Papua killings hold up development, says legislator
- Papua: Time for Firm U.S. Stand?
- Free West Papua to speak out on Lini Day
- Czech journalist detained, deported from Indonesia
- Terdakwa Makar Papua Dilarang Berobat
- Parlemen Belanda Larang Jual Tank Leopard ke Indonesia
- West Papuan Leaders Face Life In Prison
- Westerse ‘journalist’ op Paoea gearresteerd
- WN Ceko Ditangkap Saat Demo WPNA
- Oknum Brimob Pasok Senjata Illegal
- Satu Orang Pelaku di Papua Tertembak
- DPR Papua Desak Polisi Usut Penembakan Freeport
- 2 Warga Papua Tewas Ditembak Orang Tak Dikenal
- Pimpinan Gereja dan Masyarakat Papua Harus Bersatu
- Papua to Require Male Circumcision in AIDS Fight
- Papua Butuh Penyelesaian Unik
- W. Papua Cop Discharged for Smuggling Guns
- Dua Pemuda Jadi Korban Pengeroyokan
- Pengamanan Sidang Forkorus Cs Seperti ‘Mau Perang’
- Sekolah Kampung untuk Masa Depan Papua
- Pembangunan Pasar Mama-mama Terkendala Lahan
- Pembangunan Pasar Mama-mama Papua Masih ‘KJ’
- Dewan HAM PBB Pertanyakan HAM RI
- West Papua Report (February 2012)
Human Rights
- Dewan HAM PBB Pertanyakan HAM RI
- Indonesia: Papuans Indicted for Treason
- Papoea's aangeklaagd voor hoogverraad
- Australia urged to take action on Papua
- Kongres Rakyat Papua Bukan Makar
- Awasi Proses Persidangan Papua
- AS Peringatkan Indonesia
- AS Desak RI Perhatikan Aspirasi Warga Papua
- Organisasi HAM Desak Indonesia Cabut Dakwaan atas Aktivis Papua
- HRW desak pembebasan lima aktivis Papua
- Indonesia: Drop Charges Against Papuan Activists
- Human rights abuses and the media
- Papuan Political Prisoner Refused Medical
- HRW: Sectarian violence has surged in RI
- Sidang Kasus Kongres Rakyat Papua
- Police Seen as Worst Torturers in Papua
- John Rumbiak dari Bibir Pasifik, Membuang Jala Ke Mancanegara
- An Indonesian War of 'Unknown Persons'
- Amnesty Demands Release Of Papuan Jailed for Protest Jakarta Globe | August 25, 2011
- Akankah Janji Pembangunan Merata, Damaikan Papua?
- Amnesty urges Indonesia to free Papuan activist
- Indonesia urged to rein in Kopassus to give Papua a chance at peace
- Program MIFEE Dinilai Melanggar HAM
- Menanti Ujung Tabir Teror Jayapura
- Imparsial: Jumlah Prajurit TNI di Papua Mencapai 16.000