Tuesday, August 9, 2011

Percepatan Provinsi Papua Tengah jadi Solusi

JAKARTA - Ketegangan di bumi Cenderawasih beberapa hari ini diduga karena permasalahan ketimpangan ekonomi dan perhatian pemerintah pusat. Sejumlah kalangan di Papua meminta usulan pembentukan provinsi Papua Tengah dipercepat realisasinya.

Hari ini, 50 anggota tim pemekaran Provinsi Papua Tengah diagendakan untuk bertemu dengan Presiden dan pejabat lembaga tinggi negara di Jakarta. Ketua rombongan tim 502 percepatan Provinsi Papua Tengah Luther Rumpadus mengakui rencana pertemuan rombongan tim 502 dengan Presiden telah diagendakan melalui protokoler pihak sekretariat negara.

"Inti pertemuan tim 502 dengan pejabat tinggi negara dan Presiden SBY ingin meminta percepatan keberadaan Provinsi Papua Tengah dengan ibu kota di Biak serta menetapkan Laksma TNI (Purn) Dicik Henks Wabiser sebagai pejabat Gubernur Papua Tengah," katanya di Jakarta, Minggu (7/8).

Setelah bertemu Presiden, timnya akan mengunjungi beberapa stasiun televisi swasta pada hari Selasa untuk melakukan wawancara terkait keberadaan Provinsi Papua Tengah yang telah ada melalui penetapan UU No 45 tahun 1999. Provinsi ini diusulkan memiliki ibukota di Kabupaten Biak karena letak wilayahnya sangat strategis secara geografis dan pertahanan keamanan karena memiliki fasilitas bandara bertaraf internasional yang landasannya sepanjang 3.700 meter.

Secara terpisah, Komisi untuk Orang Hilang dan korban Tindak Kekerasan (KontraS) meminta Presiden SBY mengambil langkah strategis menyelesaikan konflik di Papua, dengan pendekatan yang persuasif tanpa kekerasan.

"Disayangkan SBY hingga saat ini tidak mengeluarkan pernyataan tegas. Kami berharap, Presiden dapat mengambil langkah strategis dan mengambil kebijakan yang berorientasi pada pendekatan persuasif,? kata Krisbiantoro, Staf Advokasi Kontras untuk Papua, Krisbiantoro di kantor Kontras, Jakarta, kemarin.

Kontras menilai perlu adanya pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait konflik Papua. Presiden harus memberikan pernyataan mengenai mekanisme penyelesaian konflik dengan cara-cara persuasif.

Saat ini, sudah banyak pihak tidak berwenang mulai mengomentari situasi di Papua, namun dikhawatirkan bisa konftraproduktif. Koordinator Kontras Jakarta, Haris Azhar, menambahkan, tidak perlu semua pejabat angkat bicara soal Papua.

"Komentar dan opini yang kontraproduktif dengan upaya damai di Papua, khususnya dari pejabat di Jakarta harus diminimalisir, tidak perlu semua pejabat dari beragam institusi negara turut bicara," katanya.

Menurut Haris, komentar yang menyulut konflik perlu dihindari agar tidak memperburuk keadaan di Papua. "Penting bahwa semua pihak harus menahan mengeluarkan pernyataan yang bisa memperburuk keadaan," katanya.

Adhie M Massardi, Kordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) menambahkan, pemerintah perlu tegas menghadapi Organisasi Papua Merdeka. Apalagi saat ini sedang berlangsung konferensi International Parliamentary for West Papua (IPWP) untuk Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Oxford, Inggris yang difasilitasi anggota parlemen Inggris.

"Meskipun belum menjadi langkah resmi pemerintah Inggris, hal ini merupakan fakta nyata adanya campur tangan asing di Indonesia," ungkap Adhie.

Mantan jubir presiden GusDur di Papua memang tidak sedang terjadi pergolakan serius yang bisa ditafsirkan sebagai "keadaan bahaya" yang mengancam terjadinya pelanggaran HAM. Sehingga, Papua tidak layak menjadi urusan masyarakat Internasional. (rdl)

Sumber; http://www.jpnn.com