WASHINGTON - Kelompok pemerhati HAM dunia Human Right Watch (HRW) mencerca aksi mata-mata yang dilaporkan dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia di Papua. Menurut HRW, hal tersebut adalah bentuk ketakutan TNI sendiri.
Laporan mengenai kegiatan mata-mata TNI di Papua ini dikabarkan melalui dokumen yang bocor ke sebuah media di Australia. Dalam dokumen setebal 500 halaman tersebut, jelas memperlihatkan laporan kegiatan pengawasan militer terhadap warga sipil di Papua.
Dokumen tertanggal dari 2006 hingga 2009 tersebut, mencakup laporan lengkap aktivitas mata-mata yang sebagian besar dilakukan oleh Komando Pasukan Khusus (Kopassus) bersama dengan Komando Militer Cendrawasih di Jayapura.
Kegiatan mata-mata ini ternyata bukan tidak dilakukan terhadap kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) saja. Melainkan juga dilakukan terhadap warga sipil seperti politikus, tokoh masyarakat, pemuka agama, para tokoh agama, warga pada umumnya bahkan pula dilakukan kepada pedagang dan warga miskin di Papua.
Pada dokumen rahasia yang dipublikasikan oleh The Age pekan lalu, terungkap bahwa Kopassus membayar sejumlah uang kepada beberapa informan, termasuk jurnalis, sopir taksi, birokrat, dan juga kepala suku.
Berdasarkan dokumen ini, The Age melaporkan bahwa Kopassus juga dituduh telah melakukan tindakan kekerasan terhadap warga Papua. Selain The Age, Sidney Morning Herald juga turut merilis dokumen serupa pada 13 Agustus lalu.
Berdasarkan dokumen bocoran intelijen yang berjumlah 19 itu, dikabarkan aktivitas mata-mata tersebut masih terus berlangsung hingga 2011 ini. HRW pun mengkritik keras kegiatan mata-mata ini.
"Dari dokumen yang diraih, menunjukkan betapa militer Indonesai (TNI) terlalu paranoid dengan kegiatan politik yang damai. Mereka menyamakan kegiatan politik tersebut dengan aktivitas kriminal," ucap Deputi Direktur Asia Human Right Watch Elaine Pearson, dalam keterangan pers yang dimuat dalam website lembaga ini, Senin (15/8/2011).
HRW menggaris bawahi laporan dari dokumen tertanda Agustus 2007 yang menyatakan, "Aktivitas politik yang terjadi di Papua saat ini lebih berbahaya, dibandingkan kegiatan OPM. Para politisi tersebut juga diketahui mendapatkan dukungan dari luar negeri. Di Jayapura dan kota lainnya, para politisi juga melakukan aktivitas politik seperti melakukan unjuk rasa, mengadakan konferensi pers dan melakukan pertemuan rahasia.”
Lembaga yang berbasis di New York ini memandang penting salah satu isi dari dokumen tersebut yang mengatakan, "Dalam upaya mereka untuk lepas dari Indonesia. Kelompok separatis ini melakukan kegiatan yang secara sengaja ditujukan untuk menekan pemerintah. Menyebarkan isu pelanggaran HAM di Papua, penculikan oleh aparat yang dimaksudkan agar pemerintah menarik pasukan militer dan polisi dari Papua, serta membuat klaim bahwa PBB ingin mendengar laporan mereka (separatis).”
"TNI mengklaim bahwa pelanggaran HAM di Papua adalah benih berlangsungnya separatisme. Pemikiran seperti itu amat berbahaya bagi kelangsungan hidup para aktivis di Papua," lanjut Pearson.
Lebih lanjut HRW menuduh kegiatan mata-mata TNI di Papua makin terus giat dilakukan di Pupua dan di beberapa wilayah lainnya di Indonesia.
Hal ini menurut HRW terkait dengan penerapan RUU Intelijen. Pada RUU yang dipublikasikan December 2010 lalu, memberikan peluang besar kepada Badan Intelijen Nasional (BIN) bertindak sendiri untuk melakukan langkah, pencegahan, penghalangan dan penanggulangan ancaman yang dapat mengganggu kestabilan negara.
Berdasarkan dokumen yang bocor tersebut, aturan baru ini dapat memungkinan pihak intelijen dan pihak keamanan dapat melakukan kegiatan mata-mata di wilayah yang kegiatan aktivitas separatisnya naik-turun. Kegiatan mata-mata itu dapat terus berlangsung di Aceh, Maluku dan Papua.
TNI pun membantah laporan yang dikeluarkan oleh HRW dan media-media Australia tersebut. Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana muda Iskandar Sitompul menegaskan, "TNI tidak pernah mengeluarkan hal-hal seperti itu (dokumen).”
"Semua yang beredar di The Age atau Sidney Morning Herald atau yang lainnya, harus dibuktikan kebenarannya," ungkap Laksamana Sitompul melalui sambungan telepon kepada okezone, di Jakarta, Senin (15/8/2011).
Sitompul menambahkan, TNI saat ini terus melakukan kegiatan kemasyarakatan di Papua seperti membangun gereja, Honai (rumah Papua) dan semuanya diterima dengan tangan terbuka oleh warga Papua. "Mungkin ada pihak-pihak yang tidak menyukai kalau TNI dekat dengan warga Papua," ucapnya.
Pada akhirnya, Laksamana Sitompul menegaskan bahwa Papua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Baginya Papua harus dipertahankan di NKRI. (ful)
Sumber; http://news.okezone.com
Monday, August 22, 2011
TNI Lakukan Aksi Spionase di Papua?
8/22/2011 05:08:00 AM
Elsham News Service
Related Posts / Artikel Terkait :
OPM
- OPM Bantah Anggotanya Tertangkap Polisi
- Diduga Anggota OPM, 13 Warga Papua Ditangkap
- Jakarta needs fresh approach to Papua conflict
- ‘Forgotten’ Papua Waits for Jakarta as Violence Rages on
- Kalau Tak Bisa Ungkap, Kapolda Diminta Mundur !
- Panglima TNI: Biarkan Polisi Usut Kasus Kapten Tasman
- Komandan OPM Kecam Penembakan Warga di Keerom
- Indonesian president needs to reign in rampant military in West Papua
- Dana Otsus Papua Harus Diawasi Ketat
- HRW Soal Aksi Mata-mata TNI di Papua
- Kontras: Ada Perlawanan Simbolik di Papua
- Operasi Militer Timbulkan Teror Baru di Papua
- West Papua: Military report confirms desire for freedom
- Gugat Pepera, Syaratnya Harus Negara
- Academics call for end to military approach in Papua
- Ikrar Curigai Peran TNI di Konflik Papua
- Ribuan TNI Diterjunkan di Papua
- Ridha Saleh: Tak Cukup Dana Otsus, Papua Butuh Dialog Secepatnya
- Referendum Bisa Ciptakan Konflik Baru
- Pemerintah akan Lakukan Koordinasi Masalah Papua
- Gerakan Baru Papua Merdeka
- Kontras Yakin Parlemen Inggris Tak akan Dukung OPM
- Percepatan Provinsi Papua Tengah jadi Solusi
- Police Call on Densus 88 to Stem Violence
Human Rights
- Dewan HAM PBB Pertanyakan HAM RI
- Indonesia: Papuans Indicted for Treason
- Papoea's aangeklaagd voor hoogverraad
- Australia urged to take action on Papua
- Kongres Rakyat Papua Bukan Makar
- Awasi Proses Persidangan Papua
- AS Peringatkan Indonesia
- AS Desak RI Perhatikan Aspirasi Warga Papua
- Organisasi HAM Desak Indonesia Cabut Dakwaan atas Aktivis Papua
- HRW desak pembebasan lima aktivis Papua
- Indonesia: Drop Charges Against Papuan Activists
- Human rights abuses and the media
- Papuan Political Prisoner Refused Medical
- HRW: Sectarian violence has surged in RI
- Sidang Kasus Kongres Rakyat Papua
- Police Seen as Worst Torturers in Papua
- John Rumbiak dari Bibir Pasifik, Membuang Jala Ke Mancanegara
- An Indonesian War of 'Unknown Persons'
- Amnesty Demands Release Of Papuan Jailed for Protest Jakarta Globe | August 25, 2011
- Akankah Janji Pembangunan Merata, Damaikan Papua?
- Amnesty urges Indonesia to free Papuan activist
- Indonesia urged to rein in Kopassus to give Papua a chance at peace
- Program MIFEE Dinilai Melanggar HAM
- Menanti Ujung Tabir Teror Jayapura
- Imparsial: Jumlah Prajurit TNI di Papua Mencapai 16.000
Act of Free Choice
- Unconfirmed Reports Of Imminent Major Security Crackdown
- Unsolved West Papua killings hold up development, says legislator
- Papua: Time for Firm U.S. Stand?
- Free West Papua to speak out on Lini Day
- Czech journalist detained, deported from Indonesia
- Terdakwa Makar Papua Dilarang Berobat
- Parlemen Belanda Larang Jual Tank Leopard ke Indonesia
- West Papuan Leaders Face Life In Prison
- Westerse ‘journalist’ op Paoea gearresteerd
- WN Ceko Ditangkap Saat Demo WPNA
- Oknum Brimob Pasok Senjata Illegal
- Satu Orang Pelaku di Papua Tertembak
- DPR Papua Desak Polisi Usut Penembakan Freeport
- 2 Warga Papua Tewas Ditembak Orang Tak Dikenal
- Pimpinan Gereja dan Masyarakat Papua Harus Bersatu
- Papua to Require Male Circumcision in AIDS Fight
- Papua Butuh Penyelesaian Unik
- W. Papua Cop Discharged for Smuggling Guns
- Dua Pemuda Jadi Korban Pengeroyokan
- Pengamanan Sidang Forkorus Cs Seperti ‘Mau Perang’
- Sekolah Kampung untuk Masa Depan Papua
- Pembangunan Pasar Mama-mama Terkendala Lahan
- Pembangunan Pasar Mama-mama Papua Masih ‘KJ’
- Dewan HAM PBB Pertanyakan HAM RI
- West Papua Report (February 2012)
Military
- Wakil Kepala Bais TNI Jabat Pangdam XVII/Cenderawasih
- Unconfirmed Reports Of Imminent Major Security Crackdown
- Unsolved West Papua killings hold up development, says legislator
- Tolak Leopard, Pangdam Cenderawasih Minta Panser
- Wests a world apart in bloody bid for freedom
- Pesawat Bertambah, TNI AU Bakal Tambah Pangkalan
- Papua Banjir Mata-Mata
- Pemuda Papua Kritik Pendekatan Keamanan Indonesia
- Kalau Tak Bisa Ungkap, Kapolda Diminta Mundur !
- DAP: Jangan Lagi Ada Pembunuhan
- Panglima TNI: Biarkan Polisi Usut Kasus Kapten Tasman
- 400 TNI Diberangkat ke Papua
- Komandan OPM Kecam Penembakan Warga di Keerom
- Indonesian president needs to reign in rampant military in West Papua
- Indonesia urged to rein in Kopassus to give Papua a chance at peace
- Anatomy of an Occupation: Indonesian Military in West Papua
- The Papua Problem: Seeds of Disintegration
- Menanti Ujung Tabir Teror Jayapura
- Imparsial: Jumlah Prajurit TNI di Papua Mencapai 16.000
- HRW Soal Aksi Mata-mata TNI di Papua
- Operasi Militer Timbulkan Teror Baru di Papua
- West Papua: Military report confirms desire for freedom
- Academics call for end to military approach in Papua
- Dialogue and Demilitarization Needed in Papua: Imparsial