Monday, August 22, 2011

Imparsial: Jumlah Prajurit TNI di Papua Mencapai 16.000

JAKARTA - Aktivis Imparsial Al A'raf menilai ancaman disintegrasi Papua yang kini mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) disebabkan oleh perbedaan pandangan antar tokoh nasionalis nasional dan nasionalis Papua.

Menurut Al A'raf lantaran perbedaan pemahaman integrasi Papua itu mengakibatkan pemahaman antara pusat dan daerah berbeda.

"Dalam nasionalis Indonesia integrasi Papua sudah selesai, yakni dengan berakhirnya perang," ujar Al A'raf saat diskusi dengan tema Papua Dianaktirikan, Kini Terancam Lepas di Rumah Perubahan, Jalan Gajah Mada, Jakarta, Selasa (16/8/2011).

Kata Al A'raf, hal itu berbeda dengan pandangan nasionalis Papua. Di mana mereka menganggap bahwa integrasi harus didampingi karena persoalaan masyarakat Papua belum menyatu betul dengan NKRI.

Lanjut Al A’raf, menurut dia sumber konflik alias pemicu disintegrasi Papua yaitu ketika pemerintah pusat tetap gencar melakukan pemekaran wilayah di Papua. Dia menganggap bahwa hal itu bentuk inkonsistensi politik pemerintah.

"Dalam aspek politik, dalam politik demografi, persoalaan terbesar adalah inkonsistensi politik pemerintah pusat dalam pemekaran," kata dia.

Hal lain, kata Al A'raf, adalah tuntutan referendum masyarakat Papua, disebabkan gagalnya pembangunan ekonomi oleh pemerintah. "Kegagalan ekonomi pembangunan nasional juga menjadi pemicu tuntutan mereka," jelasnya.

Justru kata Al A'raf, ladang masalah yang hingga saat ini berlangsung adalah kegagalan dalam pembangunan politik. Kegagalan pembangunan politik ini terjadi karena diwarnai oleh kekerasan politik sebagaimana pemberlakuan operasi militer. "Kegagalan dan kekerasan politik yang terus berlangsung, operasi militer yang disebut securitasi Papua yang melanggar HAM," kata dia.

Bahkan kata Al A'raf operasi militer yang dijalankan hampir setara dengan kondisi Darurat Militer seperti yang pernah terjadi di Aceh. Menurut data yang dia miliki pasukan militer yang kini berada di Papua telah mencapai 16.000 ribu pasukan.

"TNI hingga saat ini 14.800 sampai 16.000 pasukan. Sebangun dengan darurat militer Aceh. Yang itu tidak memiliki landasan hukum. Seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah," tegasnya.

Kata Al A'raf jika ini terus berlangsung, maka Papua bukan tidak mungkin akan lepas dari NKRI. Seharusnya ini menjadi perhatian khusus oleh pemerintah pusat, agar pembangunan Papua ke depan lebih pada pendekatan kemanusian. (ful)

Sumber; http://news.okezone.com