JAKARTA - Aktivis Imparsial Al A'raf menilai ancaman disintegrasi Papua yang kini mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) disebabkan oleh perbedaan pandangan antar tokoh nasionalis nasional dan nasionalis Papua.
Menurut Al A'raf lantaran perbedaan pemahaman integrasi Papua itu mengakibatkan pemahaman antara pusat dan daerah berbeda.
"Dalam nasionalis Indonesia integrasi Papua sudah selesai, yakni dengan berakhirnya perang," ujar Al A'raf saat diskusi dengan tema Papua Dianaktirikan, Kini Terancam Lepas di Rumah Perubahan, Jalan Gajah Mada, Jakarta, Selasa (16/8/2011).
Kata Al A'raf, hal itu berbeda dengan pandangan nasionalis Papua. Di mana mereka menganggap bahwa integrasi harus didampingi karena persoalaan masyarakat Papua belum menyatu betul dengan NKRI.
Lanjut Al A’raf, menurut dia sumber konflik alias pemicu disintegrasi Papua yaitu ketika pemerintah pusat tetap gencar melakukan pemekaran wilayah di Papua. Dia menganggap bahwa hal itu bentuk inkonsistensi politik pemerintah.
"Dalam aspek politik, dalam politik demografi, persoalaan terbesar adalah inkonsistensi politik pemerintah pusat dalam pemekaran," kata dia.
Hal lain, kata Al A'raf, adalah tuntutan referendum masyarakat Papua, disebabkan gagalnya pembangunan ekonomi oleh pemerintah. "Kegagalan ekonomi pembangunan nasional juga menjadi pemicu tuntutan mereka," jelasnya.
Justru kata Al A'raf, ladang masalah yang hingga saat ini berlangsung adalah kegagalan dalam pembangunan politik. Kegagalan pembangunan politik ini terjadi karena diwarnai oleh kekerasan politik sebagaimana pemberlakuan operasi militer. "Kegagalan dan kekerasan politik yang terus berlangsung, operasi militer yang disebut securitasi Papua yang melanggar HAM," kata dia.
Bahkan kata Al A'raf operasi militer yang dijalankan hampir setara dengan kondisi Darurat Militer seperti yang pernah terjadi di Aceh. Menurut data yang dia miliki pasukan militer yang kini berada di Papua telah mencapai 16.000 ribu pasukan.
"TNI hingga saat ini 14.800 sampai 16.000 pasukan. Sebangun dengan darurat militer Aceh. Yang itu tidak memiliki landasan hukum. Seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah," tegasnya.
Kata Al A'raf jika ini terus berlangsung, maka Papua bukan tidak mungkin akan lepas dari NKRI. Seharusnya ini menjadi perhatian khusus oleh pemerintah pusat, agar pembangunan Papua ke depan lebih pada pendekatan kemanusian. (ful)
Sumber; http://news.okezone.com
Monday, August 22, 2011
Imparsial: Jumlah Prajurit TNI di Papua Mencapai 16.000
8/22/2011 05:09:00 AM
Elsham News Service
Related Posts / Artikel Terkait :
Act of Free Choice
- Unconfirmed Reports Of Imminent Major Security Crackdown
- Unsolved West Papua killings hold up development, says legislator
- Papua: Time for Firm U.S. Stand?
- Free West Papua to speak out on Lini Day
- Czech journalist detained, deported from Indonesia
- Terdakwa Makar Papua Dilarang Berobat
- Parlemen Belanda Larang Jual Tank Leopard ke Indonesia
- West Papuan Leaders Face Life In Prison
- Westerse ‘journalist’ op Paoea gearresteerd
- WN Ceko Ditangkap Saat Demo WPNA
- Oknum Brimob Pasok Senjata Illegal
- Satu Orang Pelaku di Papua Tertembak
- DPR Papua Desak Polisi Usut Penembakan Freeport
- 2 Warga Papua Tewas Ditembak Orang Tak Dikenal
- Pimpinan Gereja dan Masyarakat Papua Harus Bersatu
- Papua to Require Male Circumcision in AIDS Fight
- Papua Butuh Penyelesaian Unik
- W. Papua Cop Discharged for Smuggling Guns
- Dua Pemuda Jadi Korban Pengeroyokan
- Pengamanan Sidang Forkorus Cs Seperti ‘Mau Perang’
- Sekolah Kampung untuk Masa Depan Papua
- Pembangunan Pasar Mama-mama Terkendala Lahan
- Pembangunan Pasar Mama-mama Papua Masih ‘KJ’
- Dewan HAM PBB Pertanyakan HAM RI
- West Papua Report (February 2012)
Military
- Wakil Kepala Bais TNI Jabat Pangdam XVII/Cenderawasih
- Unconfirmed Reports Of Imminent Major Security Crackdown
- Unsolved West Papua killings hold up development, says legislator
- Tolak Leopard, Pangdam Cenderawasih Minta Panser
- Wests a world apart in bloody bid for freedom
- Pesawat Bertambah, TNI AU Bakal Tambah Pangkalan
- Papua Banjir Mata-Mata
- Pemuda Papua Kritik Pendekatan Keamanan Indonesia
- Kalau Tak Bisa Ungkap, Kapolda Diminta Mundur !
- DAP: Jangan Lagi Ada Pembunuhan
- Panglima TNI: Biarkan Polisi Usut Kasus Kapten Tasman
- 400 TNI Diberangkat ke Papua
- Komandan OPM Kecam Penembakan Warga di Keerom
- Indonesian president needs to reign in rampant military in West Papua
- Indonesia urged to rein in Kopassus to give Papua a chance at peace
- Anatomy of an Occupation: Indonesian Military in West Papua
- The Papua Problem: Seeds of Disintegration
- Menanti Ujung Tabir Teror Jayapura
- TNI Lakukan Aksi Spionase di Papua?
- HRW Soal Aksi Mata-mata TNI di Papua
- Operasi Militer Timbulkan Teror Baru di Papua
- West Papua: Military report confirms desire for freedom
- Academics call for end to military approach in Papua
- Dialogue and Demilitarization Needed in Papua: Imparsial
Human Rights
- Dewan HAM PBB Pertanyakan HAM RI
- Indonesia: Papuans Indicted for Treason
- Papoea's aangeklaagd voor hoogverraad
- Australia urged to take action on Papua
- Kongres Rakyat Papua Bukan Makar
- Awasi Proses Persidangan Papua
- AS Peringatkan Indonesia
- AS Desak RI Perhatikan Aspirasi Warga Papua
- Organisasi HAM Desak Indonesia Cabut Dakwaan atas Aktivis Papua
- HRW desak pembebasan lima aktivis Papua
- Indonesia: Drop Charges Against Papuan Activists
- Human rights abuses and the media
- Papuan Political Prisoner Refused Medical
- HRW: Sectarian violence has surged in RI
- Sidang Kasus Kongres Rakyat Papua
- Police Seen as Worst Torturers in Papua
- John Rumbiak dari Bibir Pasifik, Membuang Jala Ke Mancanegara
- An Indonesian War of 'Unknown Persons'
- Amnesty Demands Release Of Papuan Jailed for Protest Jakarta Globe | August 25, 2011
- Akankah Janji Pembangunan Merata, Damaikan Papua?
- Amnesty urges Indonesia to free Papuan activist
- Indonesia urged to rein in Kopassus to give Papua a chance at peace
- Program MIFEE Dinilai Melanggar HAM
- Menanti Ujung Tabir Teror Jayapura