Jurnas.com | MANTAN Asisten Duta Besar Keliling RI dengan “Tugas Khusus”, Valens Daki-Soo menilai, kekuatan militer di tanah Papua dan daerah konflik lainnya hanya ampuh untuk memadamkan pemberontakan bersenjata, tetapi tidak untuk meredam separatisme secara total. Hal itu dikatakan Valens, Selasa, 9/8.
Valens mengambil contoh kasus Timor Timur. Valens menceriterakan pengalamannya sewaktu masih menjadi Asisten Duta Besar Keliling RI dengan “tugas khusus” untuk membantu Menteri Luar Negeri RI dalam penuntasan isu Tim-Tim di forum internasional selama tujuh tahun. “Jadi saya ikuti dan cukup pahami dinamika di Tim-Tim waktu itu,” katanya.
Menurutnya, lepasnya Tim-Tim antara lain disebabkan karena lemahnya pendekatan kesejahteraan dan terlampau andalkan pendekatan keamanan. Memang untuk mengatasi gerombolan Fretelin di hutan, TNI sebenarnya sukses. Saat referendum 1999 itu, sebenarnya kekuatan bersenjata Fretelin sudah tidak berarti lagi.
Namun, kata Valens, agar integrasi dengan NKRI tetap lestari, harusnya bukan pendekatan keamanan yang dikedepankan. "TNI boleh sukses di hutan, tapi gubernur dan birokratnya “panen korupsi” tanpa musim, menjadi kaya-raya di tengah penderitaan rakyat. Maka, mereka yang pro-integrasi pun hengkang ke kubu pro-kemerdekaan, "ujarnya.
Di Tim-Tim pun, menurut Valens, pemerintah mengabaikan nilai dan struktur budaya lokal, sehingga rakyat merasa teralienasi dari budayanya. Pemerintah paksakan “budaya luar” yang tidak sesuai dengan tradisi dan pola kulturalnya. Akibatnya resistensi meningkat, sehingga gagal merebut hati dan pikiran rakyat. “Pelajaran mahal dari kasus Tim-Tim untuk Papua adalah “bagaimana memenangkan hati dan pikiran rakyat Papua,” kata Valens. Penulis: Friederich Batari