Tuesday, January 31, 2012

Forkorus Cs Tolak Dakwaan Makar

JAYAPURA - Sidang perdana Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yaboisembut Cs yang diduga melakukan makar karena telah menggelar Kongres Rakyat Papua (KRP) III di Lapangan Zakheus Padang Bulan, Kota Jayapura pada 19 Oktober 2011 lalu, digelar di Pengadilan Negeri Jayapura, Senin (30/1) kemarin.


Persidangan yang dijaga ketat aparat keamanan gabungan polisi dan TNI ini,
dipimpin Jack Octovianus,SH,MH dibantu empat hakim anggota masing-masing I Ketut Suarta,SH, Syor Mambrasar,SH, Orpa Martina,SH dan Willem Marco Erari,SH dengan mengagendakan pembacaan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Jaksa Penuntut Umum, Yulius D Teuf,SH dalam dakwaannya mengatakan, Forkorus Yaboisembut dan empat rekannya dalam panitia Kongres Rakyat Papua (KRP) III yakni Edison Waromi, Selpius Bobi, August Makbrawen dan Dominikus Sorabut didakwa secara bersama-sama mencoba melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta serta melakukan makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah Negara, jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah Negara.

Upaya makar tersebut, menurut Yulius D Teuf, yang didampingi empat JPU lainnya dilakukan dengan cara melakukan kegiatan Kongres Rakyat Papua III. “Konggres ini terlaksana karena difasilitasi oleh Selpius Bobi selaku Ketua Panitia selaku terdakwa satu, August Makbrawen selaku Koordintor Logistik dan perlengkapan selaku terdakwa dua, dan Dominikus Sorabut selaku anggota Panitia yang membacakan Profil Negara Papua Barat selaku terdakwa tiga,” paparnya.

Selanjutnya, Edison Waromi selaku penanggungjawab panitia selaku terdakwa empat dan Forkorus Yaboisembut selaku penanggungjawab panitia, sekaligus sebagai pemimpin kolektif sebagai terdakwa lima.

“Peranan masing-masing terdakwa dalam kepanitiaan KRP III
terlihat dengan jelas kekompakan dan kebersamaan para terdakwa dalam melaksanakan KRP III pada hari Minggu 16 Oktober hingga 19 Oktober 2011 di Lapangan Zakheus Padang Bulan, Kota Jayapura atau termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Jayapura,” tegasnya.

Lebih lanjut dijelaskan, kekompakan mereka dalam KRP III itu tampak jelas dengan terbentuknya profil Negara Papua Barat sebagai hasil KRP III, di antaranya nama bangsa: Papua, bentuk negara: Republik Federal Papua, lambang: Burung Mambruk, bendera: Bintang Fajar, lagu kebangsaan: Hai Tanah Papua, mata uang: Golden Papua, dan wilayah negara serta bahasa yakni: Pidgin sebagai bahasa nasional, Melayu Indonesia sebagai bahasa lokal dan Inggris sebagai bahasa Internasional.

Dengan terbentuknya profil Negara Papua Barat sebagai hasil KRP III yang telah dilaksanakan oleh para terdakwa, memiliki maksud dan tujuan untuk memisahkan wilayah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang merupakan sebagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Bahwa keinginan para terdakwa untuk memisahkan sebagian wilayah NKRI yakni wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat merupakan permulaan pembentukan Profil Negara Papua Barat yang akan diusulkan kepada Sekjen PBB, sebagaimana tertulis dalam dokumen Deklarasi Bangsa Papua di Negeri Papua Barat nomor 6,” ungkap JPU Yulius.

Mengingat para terdakwa menyadari bahwa Papua merupakan wilayah yang tidak terpisahkan dari NKRI sesuai tertuang dalam surat dari Tim kerja Rekonsiliasi Nasional Rakyat Papua Barat nomor 33-SPK/TKRNRPB/X/2011 tanggal 7 Oktober 2011 perihal pemberitahuan kepada Kapolda Papua, tertulis Kongres III Rakyat Papua adalah Bagian dari Proses Demokrasi di Indonesia.

“Sedangkan belum diusulkannya keinginan para terdakwa kepada Sekjen PBB untuk memisahkan sebagian wilayah NKRI yaitu Wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat, karena para terdakwa ditahan aparat penegak hukum. Karena itu, akibat perbuatan para terdakwa menimbulkan gangguan terhadap keutuhan NKRI, sehingga perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam pasal 106 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 53 ayat (1) KUHP,” tandasnya.

Usai JPU membacakan surat dakwaan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada para terdakwa untuk menanggapi secara pribadi atas dakwaan dari JPU.

Mendapat kesempatan dari Majelis Hakim, terdakwa Forkorus Yaboisembut saat memberikan tanggapan atas dakwaan JPU, mengaku tidak paham dan mengerti terhadap dakwaan yang ditujukan kepada dirinya dan empat rekannya.

Forkorus menegaskan, dirinya menolak dituding melakukan makar, karena KRP III yang dilakukannya dianggap sah dan legal, sebab dilakukan di atas tanah dan negaranya sendiri yakni Bangsa Papua Barat.

Berdasarkan surat penyataan penolakan sidang pengadilan dakwaan makar dan yang sejenisnya yang dibacakan di depan majelis hakim, Forkorus menyatakan bahwa, deklarasi Bangsa Papua di Negeri Papua Barat yang dilaksanakan tanggal 19 Oktober 2011 lalu, merupakan deklarasi pemulihan dan restorasi kemerdekaan kedaulatan negara Papua yang telah diakui oleh Mantan Presiden Soekarno dalam isi Tri Komando Rakyat (Trikora).

Namun menurut Forkorus, kedaulatan negara Papua ini dihinanya sebagai negara boneka dan memerintahkan untuk dibubarkan dengan cara infasi oleh militer sejak tahun 1962 dan dianeksasi pada tahun 1963 hingga sekarang ini.

“Untuk itu, deklarasi bangsa Papua di Negeri Papua tanggal 19 Oktober 2011 lalu adalah legal dan sah. Sebab, yang menyatakan deklarasi ini bukan orang asing, tetapi oleh orang asli bangsa Papua, ras Negroid, rumpun Melanesia sebagai pemilik atas Negeri Papua Barat warisan leluhur,” tegas Forkorus yang saat itu mengenakan baju dan celana warna coklat lengkap dengan dasi motif bendera Bintang Fajar.

“Deklarasi Bangsa Papua ini juga legal dan sah, karena telah memenuhi syarat-syarat hukum publik internasional sebagaimana telah disampaikan pengacara hukum internasional kami tanggal 31 Desember 2011,” sambungnya.

Untuk mendapat pengakuan substansial yang bermartabat dari masyarakat internasional, pihaknya juga telah meminta pengacara hukum internasional untuk memberitahukan dan mendaftarkan masalah status hukum bangsa Papua dan permasalahan tentang aneksasi wilayah negeri Papua Barat kepada Mahkamah Internasional, Sekjen PBB, Amnesti Internasional, palang merah Internasional dan para anggota PBB.

Dengan dasar itu, lanjut Forkorus, dirinya dan empat rekannya, menyatakan tidak bersedia memberi keterangan atau jawaban menurut hukum NKRI selama proses persidangan pengadilan tuduhan perkara makar dan sejenisnya. Alasannya, masalah ini merupakan masalah antara dua bangsa Papua dan bangsa Indonesia atau Negara Republik Federal Papua Barat dan NKRI.

“Selain itu, siapapun dengan alasan apapun tidak berhak mengalahkan dan menghukum kami dengan tuduhan perkara makar dan sejenisnya, karena kami sekarang ini sudah memiliki subyek hukum tersendiri sebagai warga negara Republik Federal Papua Barat,” ujar Forkorus.

Selain dibacakan alasan penolakan atau keberatan secara pribadi para terdakwa atas tudingan maupun dakwaan makar, dalam sidang ini tim pengacara para terdakwa yang dipimpin Gustaf Kawer,SH juga menyampaikan keberatannya atas dakwaan JPU, sehingga mereka minta waktu satu minggu untuk menyiapkan eksepsinya.
Setelah adanya penyampaian keberatan para terdakwa dan tim pengacara, sidang akhirnya ditunda dan akan kembali dilanjutkan minggu depan, 8 Februari 2012 dengan agenda sidang pembacaan eksepsi/keberatan tim pengacara para terdakwa terhadap dakwaan JPU.

Namun sebelumnya, tim pengacara hukum terdakwa meminta kepada Majelis Hakim agar terdakwa Dominikus Sorabut minta izin untuk berobat mengingat kondisi kesehatannya sedang terganggu, meskipun perihal izin ini masih harus dikoordinasikan dengan JPU.

Sementara itu, pantauan Cenderawasih Pos di lapangan, sejak pagi sekitar pukul 07.00 WIT, ratusan aparat keamanan dari Polres Jayapura dan Polda Papua serta sejumlah anggota Pomdam XVII/Cenderawasih, terlihat sudah siaga untuk melakukan pengamanan jalannya persidangan.

Selain dari aparat keamanan, tampaknya juga belasan Penjaga Tanah Papua (Petapa) ikut serta melakukan pengamanan di depan pintu keluar Gedung Pangadilan Negeri Jayapura.

Setiap pengunjung yang akan memasuki areal persidangan, termasuk para wartawan harus melewati pemeriksaan petugas ditempatkan di pintu masuk. Selain, para pengunjung harus memperlihatkan kartu tanda pengenal, setiap pengunjung yang membawa tas, juga harus menjalani pemeriksaan.

Puluhan simpatisan dan pendukung Forkorus juga ikut memadati areal persidangan, namun persidangan yang dimulai pukul 09.00 WIT berlangsung dengan suasana aman, tertib dan kondusif.

Guna memberikan kenyamanan bagi para pengunjung yang tidak bisa masuk ke ruang sidang akibat ruang telah dipenuhi pengunjung, pihak Pengadilan juga menyiapkan dua pengeras suara di luar ruang sidang, sehingga para pengunjung bisa mendengarkan jalannya sidang.

Meskipun, situasi Kamtibmas selama proses persidangan berlangsung aman dan kondusif, di luar pagar pengadilan, tampak puluhan massa Forkorus Cs melakukan orasi untuk menentang persidangan tersebut.
Kehadiran massa yang melakukan orasi di pinggir jalan tersebut, sedikit mempengaruhi arus lalu lintas, meski tidak berlangsung lama. (mud/fud)