Wednesday, April 28, 2010

Kelompok Bersenjata Ancam Penambang Emas

Laporan wartawan KOMPAS Ichwan Susanto

JAYAPURA, KOMPAS.com — Kelompok bersenjata api yang berjumlah sekitar 30 orang dengan enam pucuk senjata api mengepung ribuan pendulang emas liar tradisional di Kabupaten Paniai untuk meminta uang Rp 1 miliar dan 10 kilogram emas. Oleh pendulang di Tayaga III, kelompok itu hanya diberi 1 kilogram emas.

"Kelompok preman bersenjata itu kini menyeberang ke Baya Biru dan menuntut uang Rp 1 miliar dari perusahaan Martha Mining, punya Martha Asmuruf," ucap John Gobay, Ketua Dewan Adat Paniai Papua, Rabu (28/4/2010), ketika dihubungi Kompas dari Jayapura.

John menuturkan, pendudukan oleh kelompok bersenjata itu telah dilakukan sejak 26 April lalu. Namun, baru terkuak Rabu ini karena di lokasi pertambangan hanya dapat dicapai menggunakan heli dan tidak ada sinyal telepon. Ia mengatakan, kelompok bersenjata itu juga memeras kios-kios setempat agar membayar Rp 500 juta.

Ihwal pengepungan dilakukan kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM), John mengelak. Ia menuturkan, kelompok itu adalah Organisasi Preman Masyarakat. Ia menuturkan, pimpinan OPM wilayah Paniai, Tadeus Yogi, hanya memiliki empat pucuk senjata api. Ia menuturkan, pelaku kelompok bersenjata dipimpin John Magai Yogi, anak Tadeus Yogi.

"Hubungan Tadeus dengan anaknya, John, sedang tidak baik dan ada perbedaan pendapat. Agak aneh kalau Tadeus kasih senjata kepada anaknya," ucap John Gobay.

Ia mengatakan, pihak dewan adat Paniai telah meminta heli mengantarkan dirinya untuk bernegosiasi dengan kelompok itu, tetapi ditolak karena tidak ada jaminan keamanan. "Kami minta polisi cepat mengambil tindakan. Kalau dibiarkan, mereka (penambang) bisa kelaparan karena hanya heli yang bisa mencapai lokasi," ujarnya.

Tokoh masyarakat Paniai, Pastor Neles Tebay, pun mengaku telah mendapatkan informasi pengepungan di Paniai. "Terlalu cepat mengatakan pelaku itu OPM. Karena, pelaku tuntut uang, berarti tidak murni," ucapnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Papua Kombes Agus Rianto mengaku belum mendapatkan informasi.