Tuesday, April 27, 2010

Petani Tolak RI Tawarkan Food Estate

Menurut Koalisi Tani, buruh tani berpotensi menjadi budak di tanahnya sendiri.

VIVAnews - Koalisi Petani 'Sikap Tani' tidak menyetujui rencana pemerintah membuat Food Estate di Merauke, Papua. Menurut Koalisi, rencana ini terdengar bodoh dan membiarkan rakyat Indonesia menjadi budak di negeri sendiri.

Juru Bicara Sikap Tani yang terdiri dari gabungan 16 organisasi tani, Dwi Astuti, mengatakan Sikap Tani menentang rencana food estate ini.

Alasannya, bahwa buruh tani berpotensi menjadi budak di tanahnya sendiri. Padahal sebagai subjek pembaharuan agraria, seharusnya pokok pikiran utama yang ditekankan petani harus mendapatkan hak atas tanah dan kemitraan dengan pelaku usaha.

"Tapi di pasal 6 dan 7 (draf Perturan Menteri Pertanian) ini, dengan tenaga kerja lebih dari 10, para petani berpotensi menjadi buruh tani di tanah sendiri," kata Dwi Astuti di Cikini, Jakarta, Senin 26 April 2010.

Perwakilan Aliansi Desa Sejahtera, Tejo, mengatakan alasan penolakan food estate. Menurut dia hanya karena masalah lingkungan. Belajar dari pengalaman hutan Amazon di Brazil, telah menyebabkan Brazil sebagai penyumbang gas kaca terbesar di dunia.

"Apa ini mau ditiru," kata Tejo. Contoh itu seperti dalam penanganan kebun sawit. Ledakan hama kemudian diantisipasi dengan pestisida.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, setidaknya 4.000 orang meninggal akibat penggunaan pestisida berlebih di Brazil. Kerugian ini belum termasuk hilangnya keanekaragaman hayati. Amazon, kata Tejo, memiliki keanekaragaman tertinggi dengan 300 spesies dalam setiap 1 hektar.

Indonesia yang hampir tidak jauh berbeda dengan Amazon, pada saat sekarang diklaim akan digelar food estate dan energi estate seluas 1,2 juta hektar. "Kalau tidak dicegah kita akan mengulang bencana di Brazil. dan petani akan menjadi korban," katanya.

Selain itu, dengan besarnya modal dan wilayah cakupan perusahaan, diduga ada tendensi kuat kegiatan monopoli usaha. Petani pun sudah mendapatkan informasi 11 nama perusahaan besar dan diduga kuat tiga perusahaan besar akan bermain di sana.

"Mereka ini akan mengendalikan harga jual," katanya. (hs)

Sumber: Vivanews.com