Tuesday, April 27, 2010

Indonesia Perlu Food Estate

JAKARTA - Konsep food estate yang tengah digarap Kementerian Pertanian dinilai sejalan dengan rencana pengembangan wilayah, khususnya di luar pulau Jawa yang jarang penduduknya.

"Food estate adalah bentuk perluasan lahan pertanian, yang memang amat diperlukan negara kita," ujar Anggota Komisi IV DPR Siswono Yudho Husodo saat seminar "Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional Menuju Kemandirian Bangsa", di Jakarta Media Center, Selasa (27/04/2010).

Dia menyebutkan beberapa daerah yang antusias membangun kawasan food estate antara lain Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Maluku (Pulau Seram Barat dan Pulau Buru), serta Kabupaten Merauke. "Dari semuanya, Kabupaten Merauke adalah yang paling maju dalam merealisasikan konsep food estate," ungkapnya.

Siswono melihat konsep food estate yang sedang dikembangkan sekarang dapat menjadi wadah berkembangnya model kemitraan baru antara pemerintah dan swasta.

"Konsep food estate dimaksudkan untuk memaksimalkan pengelolaan sumberdaya pangan yang melimpah di negeri kita yang harusnya dapat efektif kita gunakan untuk membangun ketahanan pangan yang mantap, terutama dengan meningkatkan produksi," jelasnya.

Namun demikian, dia mengatakan lebih mendukung perluasan lahan petani untuk dikelola secara modern dengan luasan 5-25 Ha. Jumlah itu menurutnya dapat digunakan baik untuk budidaya tanaman pangan maupun perkebunan.

"Tidak meniru Brazil yang 50 Ha, AS dan Australia yang ribuan Ha. Di Polandia, rata-rata luasan lahan yang diusahakan petani adalah delapan Ha," imbuhnya.

Lebih lanjut Siswono mengusulkan agar dalam jangka menengah Indonesia harus segera memperluas lahan pertanian dan melalui reforma agraria memperluas lahan usaha atau petani dan memodernisir kegiatan di sektor pertanian. "Reforma agraria amat lamban kita lakukan. Penyempitan lahan pertanian sudah terjadi sejak dulu," tukasnya.

Dia menambahkan, luasan lahan yang diusahakan per kepala keluarga (KK) petani menjadi berkurang karena berbagai sebab, utamanya oleh sistem pewarisan, yang telah menjadi penyebab meningkatnya kemiskinan di desa.

Selain itu, lanjutnya, proses pemiskinan petani berlangsung dengan cepat. Jumlah petani gurem, yaitu petani yang menguasai lahan kurang dari 0,2 Ha/KK meningkat.

"Pemerintah perlu memberikan perhatian serius pada persoalan ini, mengingat jumlah petani gurem menurut hasil dua sensus pertanian terakhir 1993 dan 2003 menunjukkan kenaikkan yang amat signifikan," usulnya.

Menurutnya, jika pada 1993 secara nasional jumlah petani gurem tercatat sekira 10,9 juta KK maka pada sensus Pertanian terakhir pada 2003, angka itu naik menjadi sekira 13,7 juta KK.
(ade)

Sumber: economy.okezone.com