Thursday, February 17, 2011

RAPBD Papua Barat Ditetapkan

CAPAI 3 TRILYUN LEBIH

MANOKWARI- Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2011 Provinsi Papua Barat senilai Rp 3.266.876.454.738 akhirnya ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. Rancangan yang sebelumnya sempat mendapatkan kritikan oleh sejumlah fraksi, yakni Fraksi Golkar Bersatu, Demokrat Bersatu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Amanat Nasional, Bintang KPK dan Rakyat Bersatu, akhirnya menyetujui RAPBD 2011.

Sebelumnya, dalam rincian APBD 2011 senilai Rp 3.266.876.454.738,00, belanja tidak langsung senilai Rp 2.250.419.194.462.000,00 dan belanja langsung Rp 1.016.457.260.276,00. Sementara untuk belanja tidak langsung, senilai Rp 1.592.479.174.672,00 dari 2.250.419.194.462.000,00 akhirnya menjadi hak kabupaten dan kota. Sehingga belanja tidak langsung yang dikelola Pemprov Papua Barat hanya Rp 657.940.019.790.

Demikian terungkap dalam sidang paripurna IV masa sidang I tahun 2011, di Gedung DPR Papua Barat, Senin (14/2) malam, yang dipimpin Ketua DPR Papua Barat, Yosep Johan Auri. “Karena semua fraksi menyetujui, maka dengan ini RAPBD 2011 ditetapkan menjadi peraturan daerah,” kata Robby Nauw membacakan kesimpulan pandangan akhir fraksi.

Dalam sidang yang dihadiri Gubernur Papua Barat Abraham Oktavianus Ataruri beserta jajarannya dan unsur muspida. Meskipun seluruh fraksi di DPR Papua Barat menyatakan menerima, namun mereka mengkritisi sejumlah kebijakan pengalokasian anggaran yang dinilai belum relevan dan belum sepenuhnya memprioritaskan bidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Di antaranya Fraksi Golkar Bersatu menyayangkan, minimnya perhatian pemerintah provinsi terhadap bidang pendidikan dan kesehatan. Kinerja dari aparatur pemerintah tak luput dari sorotan fraksi ini.

Fraksi Demokrat Bersatu mengkritisi rendahnya Pendapatan Asli Daerah. Menurut fraksi ini, apabila PAD dimaksimalkan maka pendapatan daerah akan meningkat yang juga memperbesar volume pembangunan. “Karena anggaran terbatas, maka pelaksanaan program pendidikan, kesehatan, dan pembangunan jadi terbatas. Tentunya hal ini diperlukan sebuah solusi untuk meningkatkan pendapatan seperti meningkatkan PAD,” kata Amelia Simorangkir.

Amelia menambahkan, fraksinya menyarankan agar pemerintah provinsi membantu meringankan biaya tugas akhir para pelajar dari Papua Barat, terutama untuk pelajar yang menekuni studi pada bidang kesehatan dan pengajar.

Sementara untuk Fraksi PDI Perjuangan mengkritisi jawaban gubernur terkait penjabaran anggaran pendidikan yang nilainya 19,99 persen, yang tersebar di sejumlah SKPD. “Kami menerima akan jawaban itu hanya saja dalam jawaban tersebut tidak dijelaskan instansi/SKPD apa saja yang tupoksinya terkait bidang pendidikan,” kata Saleh Siknun.

“Jika tak ada kejelasan maka akan tumpang tindih yang berujung pada saling lepas tanggung jawab di antara SKPD-SKPD terhadap kemajuan dan kegagalan terhadap dunia pendidikan di provinsi ini,”tambahnya.

Hal senada juga disampaikan Fraksi Bintang KPK. “Untuk kepentingan publik dan azas transparansi anggaran sekaligus menghindari multi tafsir terhadapa anggaran pendidikan maka perlu dibuatkan regulasi yang jelas mengenai lingkup dan cakupan anggaran yang dimaksud,” kata Chaidir Djafar yang membacakan tanggapan akhir fraksi.

Selanjutnya Fraksi PAN mengingatkan gubernur untuk memperjuangkan hak-hak dasar orang asli Papua seperti yang tertuang dalam Undang-undang 21 Tahun 2001 pasal 56 dan 59. “Untuk itu perlunya sebuah skema untuk mengidentifikasi masalah yang ada. Atas dasar itu kemudian pemerintah membuat kebijakan sesuai kebutuhan masyarakat,” kata Eko Taufik Haryanto.

Haryanto menambahkan, partainya menegaskan kepada gubernur untuk menghentikan tindakan bagi-bagi uang secara langsung pada masyarakat. Hal itu, hanya akan memanjakan masyarakat dan bukan upaya untuk memberdayakan masyarakat.

Sementara Fraksi Rakyat Bersatu memberi catatan pada pemerintah agar pengalokasian belanja tidak langsung mestinya lebih kecil dibanding belanja langsung. “Dan penyusunan anggaran mesti dilakukan secara mereta pada kabupaten dan kota sehingga tidak ada yang merasa diansk tirikan,” kata Izak K. Bahamba.

Sementara itu akhir sidang dalam sambutan Gubernur Papua Barat menyatakan menghargai tanggapan dewan dan akan menjadikan pandangan fraksi sebagai instrumen dalam mengambil kebijakan. Gubernur berharap akan ada sinergitas pihak legislative dan eksekutif dalam hal ini DPR dan Pemprov.

Sementara Ketua DPR Papua Barat Yosep Johan Auri menyatakan pemprov selayaknya selalu mengedepankan azas transparansi dalam menyusun dan menggelola anggaran. “Mengelola keuangan negara perlu kedisiplinan dan rasa bertanggung jawab. Sehingga pembangunan bermuara pada peningkatan kesejahteraan,” kata Auri.(NTI)

Sumber: http://cahayapapua.co.id