Saturday, August 6, 2011

Isu Kesejahteraan Picu Kekerasan Papua

JAKARTA – Tindak kekerasan yang terjadi di Papua akhir-akhir ini tak bisa serta-merta dikaitkan sebagai ulah kelompok Organisasi Papua Merdeka. Lebih tepat jika dilihat bahwa aksi kekerasan itu muncul karena problem kesenjangan kesejahteraan dan pelaku adalah kelompok yang berbeda-beda.

Panglima Tentara Nasional Indonesia Laksamana Agus Suhartono mengatakan hal ini usai bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Kepresidenan, Kamis (4/8). “Di Papua itu kelompoknya banyak dan ini kelompok sendiri-sendiri," ujarnya. Namun, pada umumnya motif utama kelompok-kelompok tersebut adalah kesejahteraan.

Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Busman menyampaikan hal senada kepada SH, Jumat (5/8) pagi. Kisruh di Papua yang semakin memanas beberapa hari terakhir ini, menurutnya, berpangkal dari persoalan kesejahteraan. Karena itu, perlu supervisi yang lebih intensif terhadap penggunaan anggaran otonomi khusus kepada Papua.

Menurut Irman, hal itu juga yang menjadi salah satu pembahasan dalam pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan pemimpin lembaga tinggi negara di Istana, kemarin.

Irman mengatakan bagaimanapun Papua adalah bagian integral negara kesatuan Republik Indonesia, karena itu pemerintah harus memberi perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat. Selama ini terhadap Papua perhatian pemerintah dengan dana otsus sudah cukup banyak.

“Jumlahnya mencapai triliunan,” kata Irman. Namun ternyata anggaran tidak tersalurkan dengan maksimal. Anggaran lebih banyak digunakan untuk kepentingan birokrat dan juga penggunaan yang tidak profesional.

Karena itu, dalam pertemuan dengan pemimpin lembaga tinggi negara, didiskusikan bagaimana perlunya program supervisi dan memberikan pendampingan dalam membuat program kepada pengguna anggaran otonomi khusus. “Intinya untuk meningkatkan capacity building mereka,” papar Irman Busman.

Menurut Irman, pemerintah, DPR dan DPD akan membicarakan lebih lanjut supervisi secara intensif tersebut dan akan dibicarakan lebih mendetail. “Pemerintah pusat perlu turun, kita harus memberi perhatian lebih intensif lagi,” lanjut Irman.

Dengan demikian, pendekatan militer bukan langkah yang bisa diambil untuk menyelesaikan Papua. Setidaknya hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin, Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, dan Direktur Program The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Al Araf secara terpisah.

Tubagas mengatakan dialog antara para stakeholder seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, dan tokoh Papua untuk kesejahteraan Papua adalah opsi optimal guna mengakhiri permasalahan di wilayah paling Timur Indonesia itu.

Menurutnya, selama ini pemerintah terfokus pada kesejahteraan pusat saja dan mengabaikan daerah. "Pemerintah pusat juga harus mengontrol daerah. Terus duit yang dialokasikan ke sana cukup banyak. Konon setiap orang dapat berapa juta per bulan. Tapi mengapa kok tidak signifikan. Kan harus kita kaji,” ungkapnya.

Haris Azhar mengatakan, situasi yang berkembang di Papua saat ini tercipta akibat dari pendekatan sekuritisasi yang diterapkan pemerintah pusat di Papua. Akhirnya, struktur melihat dan menyelesaikan segala persoalan atau masalah dengan menggunakan pendekatan keamanan.

"Situasi ini terus membuka peluang terjadinya kekerasan," katanya. Itu artinya, kata Haris, model pendekatan pemerintah yang mengedepankan keamanan selama ini tidak efektif atau terbukti gagal.

Al Araf dari Imparsial mengatakan, pendekatan keamanan yang dikedepankan pemerintah pusat justru dalam beberapa kasus menimbulkan masalah pada pelanggaran HAM.

Menhan dan KSAD “Ngotot”

Namun, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan KSAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo yang kemarin membesuk anggota TNI yang kena luka tembak di Papua, langsung menuding bahwa kelompok OPM berada di balik aksi kekerasan ini.

Mereka sepakat melakukan pendekatan keamanan dengan mengintensifkan patroli di wilayah Papua. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan TNI akan melakukan penyerangan ke kantung wilayah yang menjadi markas OPM seperti di Puncak Jaya maupun Timika.

"Kita harus tembak duluan sebelum mereka tembak kita," ucapnya tanpa mengkhawatirkan pelanggaran HAM karena gerakan separatis di Papua diyakini sudah merupakan upaya mengganggu kedaulatan. Namun, KSAD mengatakan tak akan menambah pasukan untuk pengejaran kelompok sipil bersenjata.

Uniknya suara dari DPR mendorong penambahan pasukan. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan, pemerintah harus bersikap tegas. "Kalau perlu kirim armada militer jika pemberontakan meluas. Persuasif memang harus, tapi jika sudah terlalu kentara mengarah ke referendum pemerintah harus tegas," ungkapnya, Kamis.

Pendapat Priyo ini berbeda dengan yang disampaikan Tubagus. Wakil Ketua Komisi I ini mengatakan bahwa komisinya akan mengupayakan pertemuan dengan Mendagri untuk membicarakan penyelesaian Papua.

"Penyelesaiannya berangkat dari otonomi khusus (otsus) seperti apa. Lalu, hasil evaluasi otsus seperti apa. Kemudian kami akan mengundang Kemenlu bagaimana kasus seperti ini. Tidak mustahil kita bicara dengan tokoh-tokoh yang ada di Papua," kata Tubagus.

Kepala Pusat Komunikasi Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Hartind Asrin juga mengakui dialog merupakan salah satu opsi upaya penyelesaian konflik di Papua.

Meski demikian, ia menegaskan, di mana pun dialog akan dilakukan baik di Jakarta ataupun di Papua sekalipun, perlu memerhatikan aspek keamanan. “Sebelum proses dialog berlangsung, harus diyakini tidak akan ada aksi serang-menyerang," tutur Hartind.

Berangsur Normal

Sementara itu, memasuki hari kelima pascaaksi pembantaian di Kampung Nafri Distrik Abepura Kota Jayapura situasi di wilayah ini sudah mulai berangsur normal.

Namun, para petani dan pedagang sayur dari Koya masih trauma dengan peristiwa Senin (1/8) lalu yang menewaskan rekan mereka. Pasar Youtefa masih sepi dari pedagang sayur. Hal ini menyebabkan harga beberapa hasil kebun di pasar mulai merangkak naik.

Kabid Humas Polda Papua Kombes Wachyono mengatakan walau sudah berangsur normal, aparat keamanan TNI/Polri masih tetap waspada dengan melakukan penjagaan di lokasi kejadian. Di samping itu, aparat masih terus mengejar pelaku pembantaian sampai ke perbatasan negara Papua Nugini.

Kemarin siang, tim Bareskrim dan Puslabfor Mabes Polri sebanyak tujuh orang turun ke lokasi kejadian untuk melakukan reposisi. Reposisi bertujuan merunut kembali kejadian penembakan oleh kelompok tak dikenal. Penulis : Vidi Batlolone/M Bachtiar Nur/Lili Sunardi/Ruhut Ambarita/Odeodata H Julia

Sumber; http://www.sinarharapan.co.id