Tuesday, February 7, 2012

Pimpinan Gereja dan Masyarakat Papua Harus Bersatu

Biak- Kehadiran para pemimpin Gereja-gereja di Tanah Papua dalam pertemuan dengan Presiden RI, DR.H.Susilo Bambang Yudhoyono dan jajaran kabinetnya di Jakarta pada tanggal 16 Desember 2011 dan 1 Februari 2012 lalu, merupakan awal yang sangat baik, di dalam konteks membuka tabir kecurigaan pemerintah Indonesia selama ini terhadap gereja dan masyarakat di Tanah Papua. Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy.

Menurut aktivis pembela hak asasi manusia ini, dirinya melihat bahwa selama ini pemerintah senantiasa menaruh curiga terhadap rakyat Papua mengenai apa yang diinginkan yaitu mau merdeka lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Begitu pula, pada saat yang sama muncul pertanyaan tentang dimana dan bagaimana posisi Gereja-gereja di Tanah Papua, baik Kristen maupun Katholik tentang sikap dan keinginan atau aspirasi rakyat Papua tersebut? “Kini setelah adanya kedua pertemuan pada Desember 2011 dan awal Februari 2012 menjadi terang dan jelas bagi pemerintah Indonesia dan kita semua di Tanah Papua, bahwa Gereja-gereja ada di pihak umat TUHAN atau di pihak rakyat,” katanya kepada Bintang Papua, Minggu (5/2). Artinya apa yang menjadi penderitaan dan sengsara umat TUHAN/Rakyat Papua itu adalah merupakan hal yang menjadi konsen gereja-gereja untuk menyuarakan dan memperjuangkannnya di semua ruang dan kesempatan, baik di dalam negeri maupun di tingkat internasional.

Sehingga saran dia, kini saatnya pimpinan Gereja-gereja dan masyarakat Papua melalui organ-organ perjuangan hendaknya duduk bersama dan menyatukan visi dan misi perjuangan dalam rangka mewujudkan keinginan dan harapan mayoritas rakyat Papua sejak saat ini. “Hendaknya semua pihak melepaskan perbedaan pandangan politik dan saling curiga, tetapi bersatu untuk menuju pencapaian tujuan tercapainya keinginan dan harapan rakyat itu sendiri,” ujarnya.

Pemerintah Indonesia melalui Presiden SBY dalam pertemuan dengan para pemimpin Gereja pada pertemuan tanggal 1 Februari 2012 sudah menegaskan bahwa jika Gereja dan Rakyat Papua mau berdialog, maka harus jelas dulu mengenai apa yang menjadi tujuan dialog? agenda apa saja yang akan didialogkan? bagaimana format dialog tersebut? dan bentuk mekanisme dialog seperti apa? Semua harus duduk bersama diantara tanpa melihat perbedaan masing-masing dan merangkul umat beragama lain termasuk pemimpin agama-agama lain di Papua serta para pemimpin organ atau faksi perjuangan di Tanah Papua juga TPN PB dan OPM. “Merupakan hal utama dan urgen untuk segera dilakukan dalam waktu dekat ini,” imbuhnya.

Selanjutnya dengan duduk bersama, jelas dia, maka usaha menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis Presiden SBY itu akan segera bisa dilakukan dan tentu dengan melibatkan kelompok yang selama ini sudah memfasilitasi semua proses ke arah tercapainya keinginan digelarnya dialog tersebut seperti Jaringan Damai Papua (JDP).

Lanjutnya, wakil Presiden Budiono yang ditugaskan Presiden SBY untuk mempersiapkan dialog Papua-Indonesia sendiri sudah menyatakan bahwa dia dalam mempersiapkan digelarnya dialog Papua-Indonesia, dirinya akan bekerjasama dengan JDP. “Sehingga menurut saya sangat penting kalau pemimpin Gereja dan agama-agama lain di Tanah Papua beserta semua faksi perjuangan dapat membangun kerjasama yang baik dengan JDP, karena bagaimanapun semua pihak tersebut sudah sepakat dan mendukung adanya Deklarasi Papua Tanah Damai yang dihasilkan dalam Konferensi Perdamaian di tanah Papua (KPP) 5-7 Juli 2011 lalu yang digelar dan difasilitasi penuh oleh JDP,” tambahnya.(pin/don/l03)