Saturday, August 6, 2011

Jangan Anggap Remeh Gerakan Intelektual Papua Barat

JAKARTA - Seminar yang diadakan oleh lembaga bernama International Lawyers for West Papua (ILWP) di Universitas Oxford Inggris dinilai oleh pengamat sebagai gerakan intelektual mendukung gerakan kemerdekaan Papua. Meski undangan yang hadir hanya sekitar 78 orang dari total 200 orang yang diundang, namun gerakan tersebut tidak boleh dianggap remeh.

"Terlepas dari yang diundang 200 dan yang datang hanya 78 orang, tapi menurut saya ini harus tetap diwaspadai. Gerakan kemerdekaan Papua sekarang sudah mulai membangun jaringan baru melalui ILWP," ujar pengamat politik LIPI Ikrar Nusa Bakti di Jakarta, Jumat (5/8).

Diterangkan Ikrar, pendekatan kemerdekaan Papua sekarang sudah tidak lagi menggunakan jalur perjuangan fisik seperti dengan pemberontakan, melainkan sudah berubah dengan menggunakan pendekatan diplomasi dan politik internasional.

"Lihat saja demonstasi di Abepura dan Sentani yang mendukung penyelenggaraan seminar di Oxford 2 Agustus lalu, ini merupakan tanda dan ini yang harus diperhatikan oleh pemerintah," ucap Ikrar.

Peneliti yang kerap melakukan riset tentang Papua dan daerah perbatasan di Indonesia tersebut menilai, pemerintah tidak boleh lengah terhadap apa yang terjadi di Papua saat ini. Meskipun hubungan Indonesia dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Papua seperti Australia, Papua Nugini, dan Vanuatu baik namun hal tersebut bukan berarti Papua tidak akan mendapatkan dukungan dari negara lain jika ingin merdeka.

"Jangan hanya karena hubungan Indonesia dengan negara tetangga baik lalu kita pikir bisa diselesaikan dengan prinsip G to G (government to government). Aktivis kemerdekaan Papua sudah meniru perjuangan aktivis Timor Leste di luar negeri," cetusnya.

Selain gerakan intelektual melalui organisasi di luar negeri, pemerintah juga harus mewaspadai gerakan melalui media sosial yang saat ini terbukti efektif menggalang dukungan. Beberapa aktivis termasuk mantan diplomat Indonesia yang saat ini bermukim di Papua Nugini juga harus diwaspadai. "TNI dan Polri jangan sampai salah antisipasi mengenai gerakan di lapangan. Diplomat di Kementerian Luar Negeri juga harus waspada, Anda lihat kemerdekaan Indonesia karena perjuangan intelektual yang juga putra Indonesia yang ada di Belanda dan India," imbuhnya.

Lalu bagaimana saran bagi pemerintah? Ikrar berharap pemerintah dapat segera mencari informasi mengenai siapa aktor dan penyebab munculnya gerakan tersebut. "Harus ditemukan siapa aktor yang bisa mewakili organisasi tersebut dan yang bisa diajak dialog. Yang penting diplomasi dan Kementerian Pertahanan serta Kementerian Luar Negeri juga harus benar-benar memahami sejarah Papua," tandasnya. (tas/jpnn)

Sumber; http://www.jpnn.com