Dewan HAM PBB, telah mengirimkan surat yang mempertanyakan dan meminta pemerintah Indonesia segera mengambil tindakan.

Kasus pelarangan ibadah yang menimpa Jamaah GKI Yasmin, Bogor dan kekerasan jamaah Ahmadiyah di Cikeusik, Banten mendapat perhatian dari Dewan HAM PBB.

PBB mempertanyakan penyelesaian kasus HAM tersebut.

"Atas nama Majelis Umum dan Dewan HAM PBB, telah mengirimkan surat yang mempertanyakan dan meminta pemerintah Indonesia segera mengambil tindakan yang sesuai dengan standar HAM internasional," kata Manajer Program Human Right Working Group (HRWG), Ali Akbar Tanjung, kepada wartawan di Jakarta, hari ini.

Sejumlah pertanyaan dewan HAM PBB kata Akbar antara lain dikeluarkan Madame Navanethem Pillay, Komisioner Tinggi HAM PBB pada awal tahun ini.

Pillay mempertanyakan diskriminasi yang dilakukan Pemerintah Kota Bogor terhadap Jamaah GKI Yasmin dan juga pembakaran Gereja Gebyog, Klaten dan Tegal, Jawa Tengah, serta penghancuran patung Budha di Sumatera Utara.

Pertanyaan ke dua kata Akbar, disampaikan terkait peristiwa pembantaian jamaah Ahmadiyah di Cikeusik dan perlindungan kelompok minoritas Ahmadiyah dari serangan dan tindakan kekerasan.

"April 2011, Komisioner Tinggi HAM PBB telah menyampaikan pertanyaan dan keprihatinan mereka terhadap kasus tersebut dan kekerasan terhadap Ahmadiyah secara umum," kata Akbar.

Pertanyaan ke tiga kata Akbar, diberikan Komite Anti Diskriminasi Rasial terkait proyek
Merauke Integrated Food and Energy Estate di Papua.

Komite khawatir proyek mencakup dua juta hektar (ha) tanah di Papua tersebut mengancam kelestarian dan juga mengakibatkan terjadi diskriminasi rasial terhadap masyarakat Papua.

Sayangnya kata Akbar, hingga akhir tahun 2011 pemerintah Indonesia tidak memberikan tanggapan dan jawaban atas surat-surat tersebut.

"Dari fakta inilah kita bisa melihat jelas bahwa pemerintah masih enggan bekerja sama dan berbesar hati untuk menerima kritikan dari masyarakat internasional," kata Akbar.

Ada satu jurang antara prestasi pemerintah dengan kondisi HAM Indonesia 2011. Kondisi ini akan menurunkan kemampuan Indonesia sebagai negara baru yang demokratis