Monday, August 22, 2011

Menanti Ujung Tabir Teror Jayapura

Oleh Marcelinus Kelen

KOMPAS.com — Pada penghujung 2010, masyarakat Kota Jayapura, Papua, dikagetkan dengan serangkaian aksi teror dan kekerasan yang diduga dilakukan oleh kelompok bersenjata, bahkan mengakibatkan nyawa warga tak berdosa ikut menjadi korban.

Aksi teror bersenjata yang biasanya dilakukan di daerah pedalaman atau di luar kota itu kini sudah terang-terangan dilakukan di dalam Kota Jayapura.

Pada Minggu (28/11/2010), di jalan raya daerah Gunung Timeri, Kampung Nafri, distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua, kelompok sipil bersenjatakan M16, AK, dan Moser menembaki warga pengguna jalan yang sedang melintas.

Riswandi Yunus yang sedang memboncengi istrinya, Dian, menggunakan sepeda motor, tewas di tempat kejadian tertembus peluru di punggungnya. Empat orang lainnya, termasuk istri korban, ikut terluka.

"Pelaku disinyalir sebagai pemain lama dan mereka ini sudah diidentifikasi, dan kelompok pimpinan DK jadi tersangka," kata Kapolresta Jayapura, AKBP ketika itu.

Pascakejadian, pihak Kepolisian Resor Kota Jayapura dibantu TNI terus melakukan penyisiran di tiga titik, yaitu Abe Gunung, Abe Pantai, dan Koya Koso, untuk mencari keberadaan pelaku.

Hasilnya, aparat TNI dari Komando Resor Militer 172/Praja Wirayakhti, di bawah kendali operasional (BKO) Kepolisian Resor Kota Jayapura, berhasil menemukan puluhan amunisi, yang diduga milik kelompok bersenjata. Jumat (3/12/2010), dua regu TNI dari batalion 751/BS melakukan pengintaian dengan mengendap di rumah milik Dani Kogoya (DK), di kompleks BTN Puskopad, Kelurahan Awiyo, Abepura, Jayapura, sejak pukul 02.00 hingga 04.00 WIT.

Ternyata di dalam rumah yang menjadi target itu ada beberapa pria, berambut gimbal, sehingga tepat pukul 04.00 WIT dilakukan penyergapan untuk menangkap mereka.

Delapan orang ditangkap

Dalam penyergapan tersebut, diamankan tujuh butir amunisi, parang, panah, dan surat dari Lembert Pekikir (TPN/OPM Victory) beserta 8 orang yang ditangkap, dan langsung diserahkan kepada pihak Polresta Jayapura.

Adapun nama-nama delapan orang yang diamankan adalah Nius Kogoya, (23 tahun), Ito Tabuni (23), Elimin jikwa (27), Lani Boma (24), Maluk Tabuni (21), Lambertus Siep (21), Nalius Jikwa (26), dan seorang yang dicurigai sebagai pendeta Kogoyana Jikwa.

Seusai penggerebekan dan penangkapan itu, aparat gabungan TNI/Polri melakukan olah tempat kejadian perkara dengan menggunakan pendeteksi logam.

Saat aparat menyisir ke dalam sebuah gereja yang ada di samping rumah Dani Kogoya, ditemukan amunisi kaliber 5,56 M16 sebanyak 40 butir, kaliber 7,62 sebanyak satu butir, amunisi revolver 2 butir, beberapa cap dan stempel kelompok bersenjata yang semua ditanam di bawah altar.

Namun, Dani Kogoya, yang disebut-sebut sebagai kelompok sipil bersenjata yang baru, tak tertangkap.

Kapolresta lepas kedelapan orang

Beberapa hari kemudian, delapan orang yang ditangkap tersebut dilepas Polresta, dengan dalih kurangnya bukti saat pemeriksaan.

Kapolresta Jayapura AKBP Imam Setiawan kepada wartawan, Sabtu (4/12/2010), mengatakan, dari penggerebekan tidak ada bukti-bukti terkait penembakan di Nafri.

Perintah sebaliknya muncul dari Kepala Polda Papua Brigjen (Pol) Bekto Suprapto yang meminta orang yang sudah ditangkap, tetapi dilepaskan, ditangkap kembali.

"Mereka harus kembali dicari dan ditangkap," kata Kepala Polda Papua, Senin (20/12/2010) siang, kepada wartawan seusai mengikuti peresmian Pasar Mama-Mama Papua di Jayapura.

Mereka ini kembali ditangkap karena terkait insiden penembakan di Nafri pada tanggal 28 November 2010, sekitar pukul 10.30 WIT, bertempat di Tanjakan Nafri, Kampung Nafri, Distrik Abepura.

Dikatakannya, sampai hari ini dari 8 orang yang sudah dilepaskan belum ada yang kembali ditangkap. Saat ditanya siapa yang menyuruh melepas mereka, Bekto mengatakan, "Jangan tanya saya siapa yang lepaskan mereka. Tanya sama yang lepaskan, mengapa mereka dilepaskan," katanya.

Menurut dia, ada sejumlah bukti kuat terkait keterlibatan mereka. "Kami punya bukti kuat sehingga mereka harus ditangkap," ujarnya.

Pascapenembakan di daerah Nafri, Minggu (28/11/2010), serangkaian aksi teror dan penembakan masih terjadi.

Belum lagi aparat berwajib menangkap kelompok Dani Kogoya sebagai pelaku penembakan itu, yang baru pada tahapan sketsa wajah. Masyarakat Jayapura kembali dikejutkan dengan aksi nekat lainnya, yakni penembakan dan pembacokan oleh kelompok bersenjata di lokasi yang sama.

Aksi brutal kali ini menewaskan empat warga, salah satunya adalah anggota TNI, yakni Pratu Dominikus Keraf, yang saat kejadian menumpang salah satu mobil yang dihadang dan ditembaki. Mobilnya pun dirusak.

Tak sampai di situ, meski aparat gabungan langsung melakukan penyisiran, pada Kamis (11/8/2011) juga terjadi lagi penembakan di daerah Abe Pantai yang berjarak tak jauh dari Nafri. Namun kali ini tak ada korban jiwa, meski dua mobil terkena peluru.

Kapolresta Jayapura AKBP Imam Setiawan kembali mengklaim kelompok yang sama pimpinan Dani Kogoya adalah pelakunya.

Pada penghujung 2010, masyarakat Kota Jayapura, Papua, dikagetkan dengan serangkaian aksi teror dan kekerasan yang diduga dilakukan oleh kelompok bersenjata.

AKBP Imam Setiawan, kepada wartawan di Abepura, Rabu (17/8/2011), mengatakan, sejak penembakan pertama di Kampung Nafri, akhir tahun lalu, pihaknya sudah berhasil mendeteksi dan membuat sketsa wajah pelaku, yang diidentifikasi sebagai Dani Kogoya, dan saat ini masih dalam pengejaran.

"DK ini juga yang kembali melakukan aksi serupa awal bulan Agustus ini, yang mengakibatkan empat orang tewas. DK dan kelompoknya sedang dalam pengejaran, dan diharapkan bisa segera tertangkap," katanya.

Menurut Kapolresta, identitas DK dan kelompoknya yang berjumlah 19 orang sudah dikantongi pihak berwajib dari dokumen rahasia mereka yang berhasil diamankan.

Dia mengatakan, dokumen itu lengkap mencakup semua nama dan identitas kelompok Dani Kogoya.

AKBP Imam Setiawan juga mengharapkan kerja sama dan bantuan semua pihak untuk menangkap sang pelaku.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Papua, Poppy Maipauw, dengan tegas mendesak aparat keamanan segera mengungkap tuntas kasus penembakan di Nafri itu.

Dia bahkan menilai, terulangnya kasus penembakan di lokasi yang sama, bisa diartikan sebagai lemahnya pihak intelijen dalam bekerja. Padahal di Jayapura, hampir semua satuan intelijen ada di sana.

Dia bahkan menantang Kapolda Papua yang baru dilantik beberapa waktu lalu, Irjen Bigman Lumban Tobing, agar bisa mengungkap kasus itu sebagai prestasi awal tugasnya.

"Tak usah bicara jauh-jauh di Puncak Jaya, ini ada kasus depan mata kita, di Kota Jayapura. Ayo Kapolda baru, harus bisa ungkap ini tanpa alasan apa pun karena ini dalam kota," kata Poppy Maipauw.

Desakan serupa juga datang dari para aktivis hak asasi manusia (HAM) di Papua, yakni Koalisi Pembela Hak Asasi Manusia, yang merupakan gabungan dari Kontras, Aliansi Demokrasi untuk Papua, Komnas HAM Papua, Lembaga Bantuan Hukum, dan beberapa organisasi pekerja HAM lainnya.

Koordinator Kontras Papua, Olga Hamadi, didampingi Wakil Komnas HAM Papua Matius Murib, Jusman dari ALDP, Penias Lokbere, Konores, dan beberapa aktivis lainnya, meminta agar kasus itu segera diungkapkan hingga tuntas.

Pekerja HAM juga mengingatkan agar aparat keamanan menggunakan cara-cara profesional dalam penuntasan pengusutan kasus Nafri tersebut.

Jusman dari ALDP mengatakan, pengerahan 300 personel gabungan TNI/Polri menyisir lokasi bukanlah menunjukkan sikap tidak profesional. Hanya, hal itu dianggap terlalu berlebihan di tengah situasi yang bukan darurat militer. Terlebih lagi, masyarakat setempat yang juga sebagai petani di perbukitan tempat penyisiran menjadi kurang nyaman beraktivitas.

"Aparat dalam kinerjanya juga harus peka terhadap kebudayaan asli di sini. Masyarakat sipil kadang jalan membawa parang serta busur dan anak panah. Jangan sampai salah mengambil sikap sehingga memperburuk citranya, seperti yang pernah terjadi," ujar Jusman.

"Kami juga akan membentuk tim investigasi terkait kasus ini," kata Matius Murib.

Ibarat kata, seluruh masyarakat Papua yang terkenal dengan istilah "Tanah Damai" saat ini sungguh "Menanti Ujung Tabir Teror Jayapura" dan berharap damai selalu dalam kehidupannya.

Sumber; http://oase.kompas.com