Monday, August 22, 2011

Awalnya Hanya Buat Modul, Sempat Terkendala Dana

Sebuah terobosan dalam dunia pendidikan dilakukan para guru mata pelajaran Bahasa Inggris yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP ) Bahasa Inggris Kota Jayapura dengan membuat buku pelajaran yang mengangkat kearifan lokal. Bagaimana proses penyusunannya? Laporan : Yohanes M.Palen-Jayapura

BUKU pelajaran Bahasa Inggris untuk SMA yang disusun oleh MGMP Kota Jayapura, telah diluncurkan di Hola Plaza Padang Bulan, Jumat (19/8). Menariknya buku berjudul English for SMA Grade X, English for SMA Grede XI dan English for SMA Grade XII berbeda dengan buku pelajaran yang ada selama ini. Pasalnya, ketiga buku tersebut lebih banyak mengangkat kearifan lokal Papua.

Untuk menyusun ketiga buku tersebut menurut Ketua MGMP kota Jayapura, Dra. Cristina D Widyastuti, M.Pd (maaf, bukan , Dra. Margareta Kafudji, MA), banyak tantangan yanag harus dihadapi oleh tim penyusun. Menariknya, dalam penyusunan buku ini, Cristina mengaku tidak membatsi anggota tim yang akan bergabung, tetapi mengajak guru-guru yang ingin bergabung dalam tim.

Dari awal penyusunan, tim penyusun menurut Cristina belum berpikiran untuk menyusun sebuah buku. Namun yang dirancang saat itu adalah membuat modul yang tentunya jauh lebih mudah daripada menyusun sebuah buku. “Awalnya pada Oktober 2010 kami mendapat edikit bantuan dan bantuan itu kami manfaatkan untuk pengembangan profesi guru dengan cara membuat karya ilmiah. Dari sini kemudian kami berpikir untuk menyusun modul dan saat kami berhasil membuat satu modul, teman-teman lainnya makin bersemangat sehingga berhasil disusun 3 modul,” ungkapnya saat ditemui Cenderawasih Pos di kediamannya di Kotaraja, Sabtu (20/8).

Modul yang disusun saat itu menurut Cristina mengangkat tentang kearifan lokal yang didalamnya lebih banyak mengangkat budaya serta bahasa yang berkembang di masyarakat yang ada di Tanah Papua. Karena mengangkat kearifan lokal, diakuinya, tim penyusun saat itu mengalami kesulitan dalam penyusunan struktur kalimat. Sehingga hal itu terus dibahas secara bersama dengan membuat workshop yang dilakukan setiap minggu untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak.

“Untuk membuat kalimat ke dalam bahasa Inggris seperti kitong pigi nonton boa atau kata noken agak susah. Namun melalui workshop yang kami lakukan setiap minggu, kami mendapat banyak masukan dari teman-teman lainnya,” ujarnya.

Setelah modul tersebut tersusun, tim menurutnya berniat melakukan tryout ke sekolah-sekolah. Untuk kegiatan itu, tim yang dipimpinya mengalami kendala dana untuk memperbanyak modul yang akan digunakan. Dari kendala tersebut, akhir terpikir untuk mendekati sejumlah penerbit yang ada di Pulau Jawa untuk menerbitkan buku yang lebih simpel berupa LKS. Namun dari saran beberapa rekannya yang ada di penerbitan buku, Cristina mengatakan, diminta untuk mencoba membuatnya di Papua. “Saat itu, kami kemudian mendekati penerbit CV Dian Centra Grafika dan mereka malah mendorong kami untuk membuat buku,” bebernya.

Saat diminta untuk menyusun buku, ia mengaku ada beberapa teman-temannya agak pesimis. Pasalnya mereka kembali terbentur dengan dana untuk penyusunan buku tersebut. Namun atas dorongan dari para suami, yang akhirnya menyumbangkan sedikit dana untuk penyusunan buku tersebut. “Teman-teman semuanya mendapat dukungan dari suami mereka yang memberikan sedikit rejeki yang didapat. Awalnya kami berjumlah 32 orang, namun saat kami membiat buku ini yang terisa hanya 15 orang,” akunya.

Atas dorongan dan bantuan dana tersebut, Cristina mengaku langsung membawa draf untuk diedit. Untuk penyusunan buku tersebut diakuinya dibutuhkan waktu sekitar 15 bulan. Sebab draft yang sudah disusun tersebut harus direvisi ulang dan dilakukan perubahan gambar, teks dan kalimat. “Siang malam kami bekerja untuk merevisi draft tersebut dan saat penerbit membuat layoutnya, kami akhirnya merasa cocok dan kemudian buku tersebut diterbitkan. Karena kami mengangkat kearifan lokal, maka covernya berciri khas Papua,” ungkapnya.

Keberhasilan Tim MGMP bahasa Inggris Kota Jayapura menyusun buku pelajaran SMA yang mengangkat kearifan lokal Papua tentunya membawa kebanggaan tersendiri bagi seluruh anggota tim. Selain bangga dapat menyusun sebuah buku yang nantinya dapat digunakan oleh para siswa/siswi SMA di Tanah Papua, para anggota tim penyusun juga mendapat kredit poin yang dapat digunakan pada pengusulan kenaikan pangkat atau sertifikasi.

Mengenai rencana ke depan, Cristina mengatakan, pihaknya berencana akan kembali menyusun buku pada semester genap nanti. Untuk itu ia mengajak guru-guru lainnya untuk bergabung dalam menulis dan menyusun buku tersebut. (*)

Sumber; http://www.cenderawasihpos.com