Saturday, August 27, 2011

Akankah Janji Pembangunan Merata, Damaikan Papua?

KBR68H - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera mengeluarkan Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan di Papua dan Papua Barat. Dengan perpres itu, harapannya berbagai masalah di Papua bisa terselesaikan. Misalnya dengan pembangunan infrastruktur jalan. Kemudian, masalah-masalah kemiskinan dan rendahnya kualitas pendidikan teratasi. Akankah semua itu bisa meredam gejolak sosial dan politik serta keamanan di Papua?

Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono akan membentuk Unit Pelaksana Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat atau UP4B. Tim tersebut merupakan amanat dari Peraturan Presiden atau Perpres Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat yang akan segera keluar dalam beberapa hari ini. Deputi Informasi Kementerian Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan, Sulistyo mengatakan ada tujuh poin utama dalam Perpres itu, tiga di antaranya menyangkut bidang pendidikan, kesehatan dan sumber daya manusia.

"Yang pertama Kebijakan ketahanan pangan , kedua penanggulangan kemiskinan, pengembangan ekonomi rakyat, keempat, peningkatan pelayanan pendidikan, kelima peningkatan pelayanan kesehjatan, pengembangan infrasturktur dasar, ketujuh pemihakan terhadap putra putri papua. Tiga kebijakan pendukung yaitu penguatan dan pengendalian pemanfaatan ruang, keamanan ketertiban, pengembangan kapasitas kelembagaan."

Tentang infrastruktur dasar, di Papua saat ini sudah berlangsung pembangunan jalan antara Timika – Enarotali. Jalan sepanjang 135 km ini menelan biaya sekitar 600 miliar. Lainnya, masih berupa rancangan, pembangunan jalan antara Merauke – Waropko sepanjang 600 km dengan biaya mencapai 1,2 triliun rupiah.

Pemerintah mengakui selama 10 tahun terakhir pelaksanaan otonomi khusus, yakni mensejahterakan rakyat Papua dan Papua Barat bisa dibilang gagal. Banyak program pembangunan tak berjalan. Menurut anggota Komisi Luar Negeri DPR dari Papua Paskalis Kossay, mandeknya pembangunan di Papua karena Pemerintah Pusat tidak ada komitmen serius membangun Papua. Pemerintah hanya memfokuskan pembangunan di daerah sekitar Ibukota Negara.

"Penetapan itu semata-mata untuk mendorong kekeliruan pemerintah selama ini dalam menjalankan otonomi khusus, tetapi dengan dibentuknya percepatan itu kita harapkan akan memberikan fasilitasi kepada pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk lebih mempercepat dan mendorong dari masing-masing baik pusat dan daerah. Supaya lebih fokus pada sasaran yang selama ini yang diabaikan, terutama ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Sebenarnya selama ini sudah menjadi amanat otonomi khusus, tapi kemauan pemimpin yang tidak mai sungguh-sungguh yah baik pusat maupun daerah"

Menurut Paskalis Kossay, janji percepatan pembangunan itu belum tentu membuat masyarakat Papua senang. Karena sejak Papua bergabung dengan Indonesia hanya janji-janji pemimpin saja yang mereka terima. Sebaliknya, pergerakan pembangunan Papua sangat lambat.

Sementara itu tokoh masyarakat Papua dari Jaringan damai Papua, Pastor Neles Tebay menilai, kebijakan itu akan bermanfaat jika dilakukan dengan cara-cara damai, bukan dengan senjata.

"Pendekatan Papua dari hati ini akan diwujudkan dengan tiga, yaitu pendekatan damai, kasih dan demokrasi. Tidak mungkin kita menata Papua dengan hati, lalu membiarkan kekerasan terjadi. Itu kan tidak mungkin. Jadi kalau kita menata Papua dengan hati, maka kita akan menolak segala kekerasan dan menolak segala kebijakan yang dapat mengakibatkan terjadinya kekerasan di Papua. Berarti pendekatan secara damai. Dengan pendekatan kasih, kita ingin memperlakukan setiap orang di Papua dan memandang mereka sebagai manusia yang punya martabat, sehingga mereka akan dihargai sesama manusia. Minimal mereka sebagai warga negara Indonesia"

Pastor Neles Tebay memberi catatan, selain harus serius dengan janji-janjinya, Pemerintah Pusat harus mengawasi betul penggunaan setiap anggaran.

Peneliti LSM HAM Imparsial, Al-Araf menilai pencepatan pembangunan Papua tidak berguna untuk menata kehidupan di Papua yang lebih baik. Menurut Al-Araf, rakyat Papua tak hanya membutuhkan perhatian dari sisi ekonomi.

"Belum tentu membuat masyarakat papua senang karena masalah di papua sangat kompleks. Dia perlu kebijakan komperhensif untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Nah dalam konteks ini apa yang lebih penting adalah melakukan identifikasi terhadap persoalan-persoalan papua yang menjadi akar terjadinya konflik. Nah hal itu bisa meliputi banyak hal, bukan hanya meliputi persoalan ekonomi pembangunan. Untuk mengetahui persoalan yang lebih dalam tentang persoalan-persoalan yang ada, historis politik, ekonomi, keamanan, akankah sangat benar jika pemerintah daerah dan pusat dan masyarakat papua melakukan komunikasi atau dialog untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi. Yang dibutuhkan hari ini adalah membuat meja untuk berunding, berdiskusi dan berdialog sehingga ada proses mencari solusi untuk menyelesaikan persoalan yang kompleks. Partisipasi masyarakat papua untuk mentukan persoalan papua ke depan akan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dicatat pemerintah pusat."

Al-Araf menambahkan, pemerintah mesti bisa menjunjung tinggi hukum dalam setiap penyelesaian dugaan pelanggaran HAM. Misalnya menyelesaikan persoalan dengan adil. Itu akan menyenangkan masyarakat Papua.


sumber; http://www.kbr68h.com