Monday, February 14, 2011

Era Otsus, Bidang Kesehatan di Papua Bagai “Lompat”

Selama menjalani masa pemberlakukan Otonomi Khusus di Papua sejak 10 tahun berjalan ini, beberapa bidang pembangunan yang ada seperti misalnya kesehatan, pendidikan, infrastruktur, perekonomian memiliki perkembangannya masing-masing. Kali ini, Bintang Papua akan mencoba menyoroti bidang kesehatan. Bagaimana gambaran perkembangan bidang kesehatan selama era otsus di Papua?

Oleh DIAN KANDIPI


Pemerintah Provinsi berkewajiban menetapkan standar mutu dan memberikan pelayanan kesehatan bagi penduduk. Demikian adalah bunyi dari UU RI Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Bab XVII Kesehatan Pasalnya yang ke-59 ayat pertama. Sepenggal janji pemerintah bagi masyarakat Papua yang sudah direalisasikan selama 10 tahun Otsus berjalan. Jika ditilik kembali, dunia kesehatan di Papua memang berkembang secara baik. Pasalnya, terjadi sebuah lompatan kemajuan di bidang kesehatan ini. Salah satu contohnya adalah dalam hal penanggulangan penyakit HIV/AIDS. Jika dahulu, HIV/AIDS hanya urusan dan tanggung jawab para dokter dan petugas kesehatan lainnya, kini HIV/AIDS ini telah diakui menjadi masalah bersama di semua kalangan yang ada di Papua. Mulai dari kalangan agama hingga kalangan pemerintah.

Sama halnya dengan perealisasian UU RI Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Bab XVII Pasalnya yang ke-60 ayat pertama bahwa Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban merencanakan dan melaksanakan program-program perbaikan dan peningkatan gizi penduduk, dan pelaksanaannya dapat melibatkan lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat dan dunia usaha yang memenuhi persyaratan. Meskipun disebut-sebut mengalami lompatan, namun ternyata dalam setiap lompatan tersebut masih ada yang tertinggal.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Dr. Bagus Sukaswara W. kepada Bintang Papua ketika ditemui di ruang kerjanya mengungkapkan bahwa meskipun kesehatan di Papua maju melompat, tetapi masih ada titik-titik yang tertinggal. Seperti ketika bidang pendidikan mulai memasukkan pembelajaran mengenai pencegahan penularan HIV/AIDS dalam kurikulum, banyak masyarakat mulai mengerti bahaya penyakit ini. Tapi mirisnya, banyak pihak yang melontarkan statement ingin ikut berpartisipasi mencegah namun masih menunggu untuk ditarik.

“Masih ada pihak-pihak yang seperti ini sehingga bagaimana bisa membantu mengurangi jika hanya menunggu dimintai bantuan terus,” tandasnya.

Menurutnya juga, ketika HIV/AIDS ini terus menjadi perhatian semua pihak, maka lambat laun, angka HIV/AIDS pun akhirnya tertekan. Tetapi justru penyakit-penyakit lainnya terus bermunculan seperti sekarang ini yang menderita penyakit jantung, hipertensi, kolesterol tinggi semakin banyak. Inilah yang menjadi gambaran bahwa bidang kesehatan maju melompat, namun tetap ada yang tertinggal.

Selain itu, sebelum Otsus, ketersediaan obat atau stok obat di Papua tidak pernah mencapai lebih dari 60 persen. Tetapi setelah adanya Otsus di Papua, ketersediaan obat di Papua meskipun belum mencapai 100 persen, namun dapat mencapai angka 70-80 persen dan di Papua tidak pernah kekurangan stok obat. “Dengan bantuan pemerintah pusat dalam hal penyediaan obat, dari tahun ke tahun selama Otsus, Papua tidak pernah kekurangan obat,” ujarnya.

Namun, lanjutnya, jika masih ada saja puskesmas atau rumah sakit yang ketika dimintai obat oleh pasien mengaku tidak memiliki obat lagi maka perlu dipertanyakan apakah puskesmas dan rumah sakit ini sudah memberitahukan kepada instansi terkait dalam hal ini Dinas Kesehatan Provinsi Papua mengenai masalah obat ini.

“Selama ini, jika ada puskesmas atau rumah sakit yang mengaku stok obatnya kosong berarti rumah sakit atau puskesmas yang bersangkutan tidak segera memberitahukan kepada pihak kami (Dinkes Provinsi Papua-Red) karena jika segera memberitahukan maka akan segera dikirim,” urainya.
Lain halnya dengan Dr. Bagus Sukaswara, Direktur Akademi Keperawatan Jayapura yang juga Ketua LSM Yayasan Sejahtera Masyarakat (YAMAS) Papua Drs. Wempi Aronggear, M.Sc PH kepada Bintang Papua di ruang kerjanya mengatakan bahwa justru selama Otsus berjalan di Papua, bidang kesehatan malah masih berjalan di tempat alias stagnad.

“Bidang kesehatan belum memiliki perkembangan, seperti contohnya dalam lembaga pendidikan kesehatan belum memiliki laboratorium riset. Padahal Otsus ini mempunyai peluang untuk konsep-konsep baru dalam bidang kesehatan ini,” jelasnya.

Aronggear menuturkan bahwa dengan adanya laboratorium riset bidang kesehatan ini memungkinkan adanya perkembangan-perkembangan dalam penelitian kesehatan sehingga kesehatan di Papua akan semakin maju.
“Sumber daya manusia yang ada dan skill-skill yang dimiliki bidang kesehatan pun harus dimanfaatkan dengan baik sehingga kesehatan akan berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, bagaimana jika penyakit yang ada semakin berkembang, namun penanganannya masih menggunakan cara-cara yang tradisional,” pungkasnya.

Sehingga, Aronggear melanjutkan, untuk membuat bidang kesehatan ini tidak jalan ditempat maka pemerintah pun harus kembali menilik kesempatan yang terbesit dalam kewenangan Otsus ini. Dimana kedepannya, baik kesehatan maupun bidang pembangunan lainnya tidak akan stagnad namun mengalami peningkatan dan perubahan.

Dari kedua pandangan tersebut, dapat dilihat bahwa bidang kesehatan sebenarnya mengalami lompatan seperti yang diutarakan Dr. Bagus Sukaswara, namun memang masih ada titik-titik yang tertinggal seperti yang disampaikan oleh Drs. Wempi Aronggear, M.Sc PH. Untuk itu tugas para generasi penerus bangsa untuk melanjutkan perjuangan di masa-masa yang tersisa dari pemberlakukan Otsus ini. ***/03

Sumber: http://www.bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=8649:era-otsus-bidang-kesehatan-di-papua-bagai-lompat&catid=25:headline&Itemid=96