Friday, November 19, 2010

KEKERASAN OLEH TNI DI TINGGINAMBUT-PUNCAK JAYA

Jayapura, 18 November 2010

Laporan Versi Komnas HAM Perwakilan Papua

Kekerasan yang dilakukan oleh oknum prajurit TNI di Papua, khususnya tentang peristiwa yang dialakukan terhadap warga sipil di Tingginambut-Puncak Jaya, versi Komnas HAM perwakilan Papua di Jayapura. Menurut Wakil Ketua Komnas HAM Papua, Mathius Murib. Menurut Mathius Murib, awal kejadian tersebut, adalah satu minggu sebelumnya, korban bersama jemaat mengirim uang lewat mobil Air Gire ke Wamena untuk membelikan bensin 15 liter untuk kepentingan belah kayu guna membangun Gereja. Sopir Air Gire mengirim berita kepada korban agar menunggu di jalan karena dia akan mengirimkan minyak besin lewat kendaraan lain, yang akan lewat ke Kalome, Tingginambut.

“Waktu yang bersamaan, Pitinius Kogoya, juga menitipkan uang kepada seorang sopir mobil strada untuk dibelikan minyak goreng di Wamena, sehingga keduanya bersama-sama menunggu di jalan, yang dibawakan oleh seorang sopir berinisial Yakop( asal suku Toraja) yang sudah kenal dengan Pinitinus Kogoya.

Waktu yang sama Pdt. Kindeman Gire lebih awal berada di jalan menunggu kiriman. Ketika itu pasukan TNI dari distrik lewat dan bertemu dengan Korban dan bertanya kepadanya. Pertanyaan yang ditanyakan yaitu, kamu tahu gorobak atau pernah lihat gorobak..” lalu korban menjawabnya “Saya tahu. Lalu kamu tinggal dimana ? jawab korban saya tinggal di Kelome,” kata Mathius menirukan kalimat korban sesuai hasil investigasinya.

Selanjutnya oknum TNI itu membuka magazen lalu mengeluarkan peluru dan bertanya kepada korban apakah kamu tau ini” Apakah kamu ada simpan di rumah? Kata Mathius, ketika pertanyaan ini terus bertubi-tubi, datang secara tiba-tiba saksi lain yakni Pitinius Kogoya (hamba Tuhan), yang pada saat itu secara tidak sengaja pergi ke pinggir jalan untuk menunggu titipan dari Wamena. Dia juga ditangkap oleh kelompok tentara yang sama dengan maksud menanyakan beberapa informasi seputar keberadaan dan senpi yang dibawa lari oleh kelompok sipil bersenjata.

Lalu mereka bertanya kepadanya maksud apa dirinya di situ, Pitinius Kogoya hanya menjawab. “Saya ada titip uang sama sopir waktu berangkat ke Wamena untuk belikan minyak goreng jadi saya datang cek mobil yang masuk dari Wamena,”. Pertanyaan berikut adalah apakah kamu tahu peluru” Apakah kamu tahu senjata” Dimana tempat persembunyian OPM” Dia menunjukan tempat di sebelah bukit dan berkata kami biasa mendengar mereka ada di sana.
Saat itu pukul 15.30 Wit korban dan saksi dipisahkan dengan jarak antara 2 sampai 3 meter lalu mereka disiksa (seperti di video) dari kelompok berbeda sampai pukul 17.00 Wit sore. Akibat dari penyiksaan itu, muka korban bengkak dan menghitam.

Pukul 17.00 Wit itulah saksi Pitinius Kogoya didorong naik oleh anggota tentara lain dan berdiri pada posisi ketinggian dan saat yang lengah langsung ia lompat ke bagian bawah jalan, saat itu ia sempat menginjak salah satu anggota yang berdiri di posisi kemiringan badan jalan. Itulah satu-satunya kesempatan untuk menyelamatkan diri dengan cara merayap masuk dalam semak-semak dan melarikan diri. Ketika terdengar bunyi tembakan senjata api sebanyak dua kali, saksi sudah tidak tahu apa yang terjadi pada korban.

“Namun setelah peristiwa yang dialami kedua Hamba Tuhan tersebut, Pdt. Kindeman Gire tewas, sementara Pitinius Kogoya kami belum tahu kondisinya sampai saat ini,” kata Mathius Murib. Setelah kasus itu, dari tanggal 18-23 Maret 2010, masyarakat di Tingginambut merasa sudah tidak aman lagi. Terkait dengan hal itu Komnas HAM Papua mengeluarkan sejumlah rekomendasi diantaranya, meminta kepada Gubernur Provinsi Papua supaya memberikan kesempatan dan dukungan kepada pihak Gereja melakukan negosiasi dengan umat-nya di Puncak Jaya dengan penuh kasih sayang bukan dengan cara kekerasan.

Kepada Pangdam XVII/Cenderawasih dan Kapolda Papua untuk menghentikan semua operasi dan upaya penambahan pasukan yang hanya menambah trauma dan berpeluang jatuhnya korban di pihak warga sipil di Puncak Jaya dan sekitarnya.

Meminta kepada aparat Keamanan dan Penegak Hukum diminta untuk semakin professional dan memakai prinsip dan standar HAM dalam tindakan hukum dan operasi di lapangan di Kabupaten Puncak Jaya dan seluruh tanah Papua.Kepada warga sipil di seluruh Tanah Papua yang selama ini menggunakan senjata api untuk menghentikan aksinya dan konsolidasi total untuk pemulihan, ungkap Murib.@