BIAK- Masyarakat Adat Papua di Biak, telah menyampaikan sejumah implikasi dari seluruh persoalan sosial politik yang terjadi di Papua. Baik itu pelanggaran HAM, pelanggaran kesejahteraan, terutama pelanggaran yang terjadi di era Otonomi Khusus (Otsus) yang berimplikasi kepada kegagalan Otsus.
Semua persoalan tersebut disampaikan kepada sekretaris I bidang politik Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS), Melanie Higgins saat berkunjung ke kantor Dewan Adat Papua, khususnya di Biak. Persoalan yang merujuk pada satu hal atau solusi bagi masyarakat Papua yaitu merdeka. “ Itu yang murni keluar dari masyarakat Papua, khusus masyarakat adat di Biak, bahwa merdeka adalah satu jalan untuk penyelesaian semua akumulasi persoalan di Papua ,” kata ketua dewan adat Papua di wilayah Biak-Supiori, Yan Pieter Yarangga kepada Bintang Papua setelah pertemuan dengan utusan kedubes AS di kantor dewan adat setempat, Rabu (16/2).
Menurutnya, kunjungan Melanie Higgins ke Papua, adalah salah satu keputusan konsistensi AS untuk mengawasi penyelenggaraan Otsus di Papua. Sehingga secara langsung ia harus mau mendengar dari masyarakat adat Papua tentang perkembangan Otsus yang sudah berjalan sekitar 10 tahun ini. Sejumlah masalah yang disampaikan masyarakat adat, kata Yan Pieter Yarangga, cukup signifikan, seperti kegagalan Otsus yang langsung dipresentasikan, serta beberapa kasus ril tentang insiden pemukulan TNI terhadap warga sipil yang berkaitan dengan polemik tanah, yang terkait status tanah TNI AU.
Begitu juga sejumlah permasalahan yang berkaitan dengan sejarah, proses pembangunan, angka kemiskinan di Papua yang semakin tinggi. Bahkan dari perempuan Papua menyampaikan korban HIV AIDS serta melonjaknya pengidap penyakit tersebut di Biak dan seluruh Papua. “ Yang disampaikan itu adalah semua masalah serius dan merupakan indikator dari apa yang disebut dengan genosida, namun kami menyesal dan sungguh sangat naïf sekali kalau AS mengatakan bahwa tidak ada genosida di Papua ,” kata ketua dewan adat yang biasa disebut mananwir beba ini.
Dan kata dia, masyarakat adat Papua tetap pada posisi sangat menghargai kunjungan Melanie Higgins dan posisi AS saat ini. “ Dan pada akhirnya kami berkesimpulan dan kami sangat mengerti bahwa AS tetap mendukung kebijakan NKRI di tanah Papua. Tetapi perlu diketahui bahwa kami juga tidak akan mundur, kami akan berjuang terus sampai ada penyelesaian status politik bangsa Papua. Dan itu sudah menjadi komitmen ,” ujarnya.
Namun sebagai masyarakat adat Papua yang menghendaki adanya penyelesaian status politik Papua, berharap Melanie Higgins dapat melanjutkan persoalan yang disampaikan masyarakat adat Papua kepada pemerintah AS agar diteruskan kepada pemerintah pusat di Jakarta, untuk segera mengambil langkah-langkah penyelesaian Papua secara komprehensif. “ Sebenarnya ada banyak soal yang akan disampaikan, tapi waktunya sangat singkat. Hanya kami berkesimpulan pada beberapa indikator persoalan yang sangat substansial ,” kata mananwir beba.(pin/aj/03)
Sumber: www.bintangpapua.com
Thursday, February 17, 2011
Kasus HAM Dilaporkan ke Utusan Kedubes AS
2/17/2011 02:14:00 PM
Elsham News Service
Related Posts / Artikel Terkait :
Papua Autonomy
- Pemerintah siapkan peraturan presiden soal percepatan Papua
- Indonesia: ‘Nothing controversial’ in leaked West Papua report
- Anatomy of an Occupation: Indonesian Military in West Papua
- Aceh serves as model for Papua
- Kapan Pemerintah Mau Dialog Soal Papua?
- Horizontal-Vertikal Bersamaan
- The case for West Papuan self–determination
- Dialogue and Demilitarization Needed in Papua: Imparsial
- Jangan Anggap Remeh Gerakan Intelektual Papua Barat
- Penyelesaian Konflik Papua dengan Dialog
- Ekonomi Bisnis Finansial Pemerintah Kaji Format Penataan Papua
- Polisi Kirim Densus 88 ke Papua
- RI Berusaha Minimalisir Dampak Demo Papua
- Soal Papua, Pemerintah Harus Cantik Berdiplomasi
- Mendambakan “Surga Kecil”, Tanah Papua
- Isu Kesejahteraan Picu Kekerasan Papua
- Papuans demand more attention
- Pay serious attention to Papua, govt told
- Dialog, Satu-satunya Solusi Masalah Papua
- Empat Sekolah, Hanya Ada 2 Guru
- KRI Teluk Parigi-539 Angkut Pasukan Marinir ke Marauke
- KRI Teluk Parigi-539 Angkut Marinir ke Biak
- Gelar UN, Biak Alokasikan Rp 2,1 Miliar
- Di Jayawijaya, Dua Sekolah Tak Ikut UN
Human Rights
- Dewan HAM PBB Pertanyakan HAM RI
- Indonesia: Papuans Indicted for Treason
- Papoea's aangeklaagd voor hoogverraad
- Australia urged to take action on Papua
- Kongres Rakyat Papua Bukan Makar
- Awasi Proses Persidangan Papua
- AS Peringatkan Indonesia
- AS Desak RI Perhatikan Aspirasi Warga Papua
- Organisasi HAM Desak Indonesia Cabut Dakwaan atas Aktivis Papua
- HRW desak pembebasan lima aktivis Papua
- Indonesia: Drop Charges Against Papuan Activists
- Human rights abuses and the media
- Papuan Political Prisoner Refused Medical
- HRW: Sectarian violence has surged in RI
- Sidang Kasus Kongres Rakyat Papua
- Police Seen as Worst Torturers in Papua
- John Rumbiak dari Bibir Pasifik, Membuang Jala Ke Mancanegara
- An Indonesian War of 'Unknown Persons'
- Amnesty Demands Release Of Papuan Jailed for Protest Jakarta Globe | August 25, 2011
- Akankah Janji Pembangunan Merata, Damaikan Papua?
- Amnesty urges Indonesia to free Papuan activist
- Indonesia urged to rein in Kopassus to give Papua a chance at peace
- Program MIFEE Dinilai Melanggar HAM
- Menanti Ujung Tabir Teror Jayapura
- Imparsial: Jumlah Prajurit TNI di Papua Mencapai 16.000