Thursday, February 17, 2011

Titus Bonai, Ujung Tombak Baru dari Papua

INILAH.COM, Jakarta – Titus Bonai, penyerang Timnas Pra-Olimpiade Indonesia asal Persipura Jayapura digadang-gadang sebagai The Next Boaz Solossa. Bagaimana perasaannya dan apa ambisinya?

Titus Jhon Londouw Bonai, demikian nama lengkap penyerang berusia 21 tahun itu, memiliki tinggi badan 168 cm. Posturnya memang kurang ideal bagi seorang penyerang di level internasional, namun Titus mampu menutupnya dengan kecepatan dan penyelesaian akhir yang efektif.

Satu gol sudah dicetaknya bagi Timnas Pra-Olimpiade Indonesia pada laga uji coba melawan Timnas U-23 Hongkong. Sementara di klubnya, Persipura Jayapura, ia telah mencetak tiga gol dan menjadi alternatif bagi pelatih Jacksen F. Tiago saat Boaz Solossa dan Zah Rahan menurun permainannya.

Tibo, demikian sapaan pemuda ini, tak segan mengakui dirinya berlatih sepak bola secara otodidak di kota kelahirannya, Jayapura.

Sudah sejak kecil saya bermain sepak bola. Saya berlatih sejak kelas lima SD,” ujar Titus. “Saya berlatih di daerah pegunungan di Klufkam, Jayapura.”

“Saya bermain sepak bola setiap hari, berlatih sendiri, tidak ada pelatih. Tetapi latihan saya bergabung dengan orang yang lebih tua di klub sekitar kompleks perumahan saya. Tidak ada yang seumuran dengan saya,” terang Tibo.

Pemain yang lebih suka mengeksekusi bola sekuat tenaga daripada penempatan bola saat penyelesaian akhir ini tak ragu mengejar cita-citanya menjadi pemain sepak bola profesional, seperti idolanya saat ini, Boaz Solossa.

“Saya mulai meninggalkan Jayapura sejak tahun 2003 untuk mengikuti kompetisi kelompok umur Bogasari. U-15, U-18 dan U-23 bersama tim junior. Waktu itu kompetisinya digelar di Bandung,” ungkapnya.

Papua memang terkenal dengan bakat alamnya. Sejumlah pemain handal dicetak daerah yang berada di ujung timur Indonesia tersebut, salah satunya adalah Boaz Solossa, seniornya di Persipura Jayapura sekaligus idolanya. Kini Tibo pun disebut-sebut sebagai generasi penerus Boaz.

“Boaz itu pemain idola saya. Tidak ada beban (disamakan dengan Boaz), saya lepas saja. Boaz main seperti tipe dia, saya main dengan tipe saya. Saya tidak merasa punya tipe permainan yang sama. Tidak berusaha meniru, hanya sebatas idola saja,” akunya.

“Hanya sedikit (yang ditiru dari Boaz), mungkin caranya menggiring bola,” lanjutnya. “Caranya dengan menonton dan memperhatikan dia setiap bermain karena dia lebih dulu bermain sepak bola daripada saya.”

Bisa bermain di klub yang sama dengan sang idola diakui Tibo seperti mimpi yang jadi kenyataan. Namun ia berusaha untuk tidak tinggi hati ketika disebut-sebut sebagai penerus Boaz.

“Ya, tentu senang. Dulu saya hanya bisa menonton, sekarang bisa lebih dekat karena bermain bersama. Saya tidak pernah merasa tinggi hati disamakan dengan Boaz,” Tibo mengakui. “Saya sering berbicara dengan Boaz. Kami berada satu kamar di klub, sering juga jalan bersama dan ngobrol. Dia menasihati saya agar selalu buat yang terbaik untuk klub dan Timnas.”

Meski kini berada jauh dari sang idola sekaligus mentor, Titus mengaku masih terus berhubungan dengan Boaz lewat pesan elektronik Blackberry.

Sebagai pemain muda, Titus tahu masih jalan yang harus ditempuhnya. Untuk itu ia tak buru-buru memasang target yang terlalu tinggi, khususnya selama di Timnas Indonesia. Diakuinya, persaingan memperebutkan kostum timnas sangat ketat dan berat.

“Belum ada ambisi tertentu. Untuk saat ini hanya berusaha mendapatkan kepercayaan dari pelatih agar mendapat tempat di tim utama saja,” sang penyerang menutup.


Sumber: www.inilah.com