Dalam tiga hari, terjadi tiga penyerangan berdarah. Lebih 20 orang tewas di Papua
VIVAnews - Situasi empat hari terakhir di Papua cukup mencekam. Sejumlah peristiwa berdarah terjadi, mulai dari bentrok antarwarga terkait Pilkada Kabupaten Puncak, menyusul penghadangan dan penembakan di Kampung Nafri Abepura yang menewaskan empat orang, serta penyerangan terhadap polisi di Paniai.
Warga kemudian dikejutkan SMS singkat yang beredar, bahwa akan ada pembunuhan secara berantai di mana-mana. Kontan, sebagian warga Jayapura ketakutan keluar rumah, terutama di malam hari. Sejumlah ruas jalan yang biasanya ramai pada jam tertentu, kini terlihat sedikit lengang sejak pesan singkat itu menyebar. Apalagi pada Selasa, 2 Agustus ini akan digelar demo besar-besaran menuntut referendum di Papua.
Juru Bicara Polda Papua Komisaris Besar Wachyono mengimbau seluruh warga Papua untuk tidak terprovokasi dengan SMS yang beredar. "Itu hanya ulah kelompok-kelompok yang menginginkan Papua tidak damai, jadi masyarakat jangan terpengaruh dengan isu tersebut. Sebaiknya tetap beraktivitas sebagaimana hari-hari biasa. Polisi tetap menjamin kamtibmas tetap kondusif," ujarnya.
Terkait rencana aksi demo besar-besaran oleh kelompok masyarakat, Wachyono menyatakan, itu hak setiap warga. Tapi jika melanggar hukum dan mencoba merongrong NKRI, akan ditindak sesuai hukum yang berlaku. "Silakan menyampaikan aspirasi, tapi harus tertib jangan anarkis, jangan melenceng dari NKRI," katanya.
Menyikapi rencana aksi demo ribuan warga Papua, menuntut digelarnya referendum ulang di Papua, salah seorang tokoh masyarakat Papua yakni Nico Mauri menegaskan, langkah itu bertentangan dengan hukum nasional maupun internasional. Bagi dia, Papua adalah bagian dari NKRI yang tidak terpisahkan. "Jangan berupaya membuat negara dalam negara, itu sangat bertentangan dengan fakta sejarah bangsa," ucapnya.
"Bagi Papua, otonomi khusus merupakan solusi final di mana suatu wujud nyata kompromi politik antara Papua dan Jakarta dalam menjawab tuntutan aspirasi Papua Merdeka dan ini merupakan bukti realita Pemerintah mempertahankan integritas wilayah NKRI dari Sabang sampai Merauke," katanya.
Untuk itu, Nico Mauri mengimbau masyarakat tetap tenang dan tidak terpancing provokasi dan hasutan kelompok tertentu yang menginginkan Papua tidak tenang dengan terus mendengung-dengungkan isu referendum dan Papua Merdeka. (Laporan: Banjir Ambarita, Jayapura | kd)
Sumber; http://nasional.vivanews.com