Friday, August 12, 2011

Tingkat Pencemaran Merkuri di Mimika Sudah Parah

REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA – Ketua Asosiasi Pengelolaan Limbah B3 Indonesia (APLI) Papua, Andreas Anggaibak, mendesak pemerintah daerah setempat segera mengambil langkah-langkah serius untuk mengatasi kasus pencemaran merkuri (air raksa) di Kota Timika yang saat ini diketahui sudah melampaui ambang batas.

Anggaibak mengaku sangat prihatin dengan adanya temuan Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta baru-baru ini yang menyimpulkan bahwa sumur-sumur warga di Timika dan sekitarnya terindikasi kuat telah tercemar merkuri.

LPPM UKI Jakarta mempubliksikan hasil penelitiannya bekerjasama dengan Kadin Mimika setelah menguji sampel air pada 37 sumur warga di Timika pada bulan Oktober 2010.

"Ini masalah yang sangat serius sekali. Kami minta semua pihak baik Pemda Mimika melalui Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pertambangan dan Energi serta PT Freeport Indonesia mengambil langkah-langkah serius untuk mengatasi masalah pencemaran merkuri ini agar tidak terjadi masalah besar di kemudian hari," kata Anggaibak.

Mantan Ketua DPRD Mimika periode 1999-2004 itu juga meminta pihak kepolisian setempat mengawasi mata rantai perdagangan merkuri yang selama ini digunakan para pendulang emas dan para pemilik toko emas di Timika untuk pemurnian emas yang dibawa para pendulang tradisional.

"Siapa pun yang kedapatan menjual merkuri secara bebas harus ditangkap dan diproses karena ulah mereka akan mendatangkan malapetaka bagi masyarakat Mimika," desak Anggaibak.

Menurut dia, untuk mengatasi kasus pencemaran merkuri di Timika maka sudah saatnya Pemkab setempat melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) menyediakan sarana air bersih ke rumah-rumah warga.

"Pemkab Mimika harus membuat Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan mengambil air dari hulu Sungai Iwaka dan Kuala Kencana yang belum tercemar untuk disalurkan ke rumah-rumah warga. Kami juga mengimbau warga tidak boleh mengonsumsi air sumur," ujarnya.

Ketua Kadin Mimika, Decky Tenouye, mengatakan kegiatan penelitian kerjasama dengan LPPM UKI Jakarta dilakukan karena adanya keluhan warga yang mengalami gatal-gatal pada kulit, kulit terasa panas dan sakit kepala. Selain itu terdapat perubahan warna air pada sumur-sumur warga.

Pengambilan sampel air untuk diteliti, dilakukan dua kali pada 37 titik mulai dari Distrik Kuala Kencana hingga Distrik Mimika Timur Jauh. "Dari hasil penelitian pada 37 sampel air yang diambil, ditemukan konsentrasi Hg (merkuri) yang melebihi batas ambang yang diperbolehkan," jelas Decky.(cr01)

Sumber; http://www.republika.co.id