Tuesday, May 18, 2010

Eksotisme Tablanusu

KOMPAS.com - Dua tahun terakhir, Kampung Tablanusu di Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Papua, ditetapkan sebagai daerah tujuan wisata andalan. Alam nan elok di cekungan teluk pantai dan kampung yang beralaskan jutaan batu koral menjadikan kampung ini semakin dikenal dan ramai dikunjungi wisatawan saat hari libur.

Dalam satu bulan diprediksi sekitar 2.000 orang mendatangi kampung kecil di ujung barat Sentani ini untuk sekadar melepas kepenatan atau berbagi ceria mengisi hari libur bersama keluarga. Saat ini untuk menuju Tablanusu sudah relatif mudah.

Dari Bandara Sentani jaraknya lebih kurang 40 kilometer dengan kondisi jalan baik-sedang menuju ke arah Distrik Depapre. Dua tahun lalu, kawasan Tablanusu hanya dapat ditempuh dengan menggunakan perahu boat dan perahu nelayan sekitar 15 menit dari ibu kota Distrik Depapre. Kini, akses transportasi makin variatif dengan tersedianya akses jalan tembus sejauh 3 kilometer.

Jalan menurun dan mendaki dengan pemandangan hutan lebat serta sesekali melintasi areal permukiman sederhana yang menggelar buah-buahan membuat perjalanan terasa menyenangkan. Sesampai di atas bukit yang dipatoki tanda salib ketika hampir sampai di Tablanusu, pengunjung disambut hamparan pesona alam. Laut sesekali tampak biru kehijauan dengan dua pulau kecil berada di garis cekungan teluk yang membentuk pantai. Di belakang pantai tampak telaga yang dipagari perbukitan hutan lebat.

Teluk

Kampung Tablanusu yang berada di Teluk Entiyebo dapat dikenali dari hamparan batu-batu alami di sepanjang jalan dan permukiman sederhana dari kayu yang beratapkan seng. Batu berbentuk bulat-lonjong dan kadang tak beraturan itu belum diketahui dari mana asalnya. Yang pasti, berjalan kaki telanjang di hamparan batu ini serasa terapi refleksi kaki.

Suasana ramah sangat terasa ketika memasuki kampung wisata tempat asal Bupati Jayapura Habel Suwae ini. Mereka selalu menyambut tamu-tamu dengan senyum lebar.

Kendaraan tidak dibolehkan langsung menembus gang-gang permukiman karena dapat merusak tatanan alami bebatuan. Karena itu, kendaraan dilewatkan melalui jalan buatan yang melewati pinggir telaga air payau.

Di telaga air payau itu, kita dapat membeli hasil budidaya warga setempat berupa ikan bandeng, nila, dan mujair. Setiap 1 kilogram mujair harganya Rp 25.000, sedangkan bandeng dan nila dibeli per 2 ekor seharga Rp 20.000.

Biasanya, ikan itu langsung diolah para tamu di hamparan batu-batu yang dirindangi daun-daun kelapa dekat Suwae Resort. Rombongan keluarga lebih nyaman menyewa pondok- pondok honai seharga Rp 50.000.

Kalau sedang musim buah, warga setempat juga menjual hasil hutan dan pekarangan mereka, seperti durian, mangga, dan salak. Saat berkunjung ke Tablanusu, Rabu, 20 Januari, sedang musim mangga. Melimpahnya panen membuat mangga-mangga sejenis golek itu hanya dibiarkan jatuh membusuk di atas batu-batu.

Akhir pekan

Saat akhir pekan, warga setempat menjual papeda ikan dan keladi tumbuk. Papeda yang merupakan makanan khas masyarakat dari Sulawesi Utara, Maluku, hingga Papua ini disediakan lengkap dengan ikan kuah yang menimbulkan rasa segar di tubuh. Sementara keladi tumbuk berasal dari umbi-umbian keladi yang direbus dan ditaburi kelapa parut dan dimakan dengan ikan.

Kalau ingin menginap, Suwae Resort menyediakan enam rumah yang dua di antaranya rumah panggung menghadap ke pantai. Sewanya sangat terjangkau, Rp 350.000 hingga 400.000 per malam.

Jika ingin menyatu dengan warga, pengunjung dapat menyewa kamar milik keluarga setempat. Kini ada lima home stay milik warga yang siap ditinggali pengunjung. Per malam, sekitar Rp 100.000 hingga Rp 200.000 tergantung dari negosiasi.

Tidak rugi menginap di Tablanusu. Pasalnya, ada banyak pilihan lokasi tujuan jalan-jalan yang bisa dilakukan menggunakan perahu motor tempel milik masyarakat. Dengan menyewa sekitar Rp 100.000 per pemakaian, kita sudah bisa berjalan-jalan ke pantai sekitar Pantai Tablanusu, seperti Pantai Bikasu yang biasa digunakan turis mancanegara untuk berjemur, Pantai Amay, Pantai Bitiayoi, serta pengamatan burung di pulau kecil depan Pantai Tablanusu. Semua destinasi ini ditempuh kurang dari 30 menit.

Dalam buku Cerita Rakyat dan Ungkapan Peribahasa Daerah Wauna Depapre yang diterbitkan Pemerintah Provinsi Papua menjelaskan, pada 16 April 1944, Jenderal McArthur, pemimpin sekutu mendarat di Tablasupa, Dusun Amay, tepatnya di Pantai Priwaytu, yang kini masuk wilayah Depapre. Saat itu, sekutu juga mengusir Jepang dan mendirikan instalasi militer dan logistik di Depapre.

Di Tablanusu kini masih ada pula sisa-sisa peninggalan Perang Dunia II milik tentara sekutu, seperti landasan meriam. Beberapa waktu lalu, menurut warga setempat, masih terdapat dermaga pendaratan, tetapi kini sudah tergusur akibat reklamasi.

Upaya menjadikan daerah ini sebagai tujuan wisata mulai membuahkan hasil. Paling tidak, sudah puluhan pengunjung dari luar negeri, seperti Amerika, Jerman, Belanda, Austria, dan Swiss, yang menyambangi Tablanusu. Tak hanya berkunjung, tetapi mereka juga menginap.

Pada Oktober 2008, Tablanusu juga menjadi salah satu obyek jualan Papua dalam Tourism Indonesian Mart and Expo di Makassar, Sulawesi Selatan. Selain itu, dalam setiap promosi Festival Budaya Danau Sentani yang sudah digelar kedua kali ini, Tablanusu juga ditawarkan kepada wisatawan. Kini, setiap akhir pekan atau libur hari raya, kampung wisata di Teluk Tanah Merah ini memang tak pernah sepi dan selalu dipadati pengunjung yang masih didominasi wisatawan domestik.

Belum ada angka pasti tentang jumlah kunjungan wisatawan yang berkunjung ke Tablanusu. Namun, menurut data Pemprov Papua 2009, wisatawan yang berkunjung ke Papua mencapai 1.339 orang pada 2006, meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 984 orang.

Lokasi wisata sekitar areal resor ini sekitar 25 tahun lalu masih berupa laut. Namun, akibat pengendapan yang terus-menerus terjadi, kawasan itu berubah menjadi daratan yang kini dipenuhi pohon kelapa. Deretan pohon kelapa nan rindang memayungi hamparan batu-batu kerakal hitam, membuat pemandangan Tablanusu semakin eksotis dan asri.

Kekayaan Tablanusu menjadikan kawasan ini menjadi kampung wisata alam, sejarah, budaya, danau, dan pantai. Tak heran, kini akses transportasi ke kampung wisata Tablanusu terus diperbaiki. Jika sebelumnya kampung ini hanya dapat ditempuh menggunakan perahu dari dermaga distrik di Depapre, kini telah terbangun jalan tembus yang dapat dilalui kendaraan umum.

Sumber: http://travel.kompas.com