Thursday, October 14, 2010

PEMERINTAH BERTANGGUNGJAWAB

PEMERINTAH BERTANGGUNGJAWAB
ATAS BANJIR BANDANG DI TELUK WONDAMA

Jayapura, ENS,-Siaran Pers bersama FOKER LSM Papua dan ELSHAM Papua di Jayapura menegaskan bahwa bencana banjir bandang di kabupaten Teluk Wondama adalah peristiwa yang tidak terjadi begitu saja, tapi karena adanya campur tangan dan aktivitas manusia yang dilakukan : legal maupun illegal dan melibatkan aparatur Negara di dalam kawasan Cagar Alam Pegunugan Wondiboy (CAPW). Pernyataan tersebut sekaligus membantah sikap pemerintah (presiden RI) yang hendak menghindar dari tanggungjawab atas bencana tersebut. Kabupaten Teluk Bintuni adalah kabupaten yang 80 % wilayahnya kawasan konservasi, dengan demikian mustahil terjadi banjir apabila keseimbangan ekosistem kawasan tetap terjaga. Konperensi pers bersama juga mengkiritik kehadiran presiden RI berkunjung ke Wasior hanya untuk memastikan ketidakterlibatan pemerintah dalam pembalakan liar dan bukan untuk meninjau bencana di Teluk Wondama.

Ditegaskan bahwa Pemerintah dalam hal ini bertanggungjawab atas berbagai ijin pemanfaatan hutan yang dikeluarkan kepada 15 KOPERMAS (Koperasi Masyarakat) yang beroperasi dengan mitranya di kabupaten Teluk Wondama. Ke 15 Kopermas telah mendapatkan ijin Pemerintah terkait dan melakukan penebangan di dalam dan di luar HPH, maupun di kawasan CAPW. Kelima belas Kopermas dengan mitra kerja antara lain : KSU Keroweni (Senderawoi, Wasior), KSU Imanuel/mitra : CV. Mitra Samudera (Tandia); Kop. Ngkoiveta/ CV. Mitra Samudera (senderawoi); Kopermas Almendo/ PT. Prima Multindo Jaya (naminoi/nanimori, Wasior); Kop. Dusner Mandiri/ PT. Kutai Wahana Indah (Siwasawo, Wasior); Kopermas Mawoi/ PT. Nabire Permai Indah (Sobei, Wasior); Kopermas Waropa/ CV. Mitra Samudera (Ambumi, Wasior); Kop. Port Mananggai/ PT. Papua Wahana Karya (Sombokoro, Windesi); Kopermas Simiei/PT. Makmur Abad (Wasior-dalam areal HPH WMT I); Kop. Simiei III/ CV. Ladang (Simiei, Wasior - dalam areal HPH WMT I); . Kop. Mitra Perdana/ PT. Megapura Mamberamo Bangun (Kampung Yarmatun, Rumborpen); Kop. Dusner Mandiri/ PT. Wapoga M.T – III (Siwasawo, Wasior – dalam areal HPH PTWMT I); KSU Immanuel/ CV. Mitra Samudera (Tandia, Wasior); Kopermas Mayosi/ CV. Alam Lestari Jaya ( Senebuai dan Yariari, Rumberpon); dan KSU Kaunamba/ CV. Mitra Samudera (Webi, Wasior). Aktivitas KOPERMAS di duga sempat terhenti ketika pemerintah menggelar Operasi Hutan Lestari II pada tahun 2005. Beberapa dari mitra kerja diketahui beralamat di Jakarta, mitra tersebut adalah : PT. Prima Multindo Jaya yang beralamat di G.G. Flamboyan RT.003/RW.005 Jakarta Pusat dan PT. Kutai Wahana Indah yang beralamat di Jl. MH. Tamrin No.51 Jkt.

Lyndon B. Pangkali dalam kesempatan tersebut mengatakan , “jika mengacu pada aturan, maka kawasan alam adalah wilayah yang tidak dapat diganggu dengan aktivitas penebangan maupun perkebunan dalam skala kecil. Karena hal itu akan mempengaruhi e Selanjutnya dikatakan juga bahwa “Kopermas yang beroperasi di kabupaten teluk Wondama telah mengantungi ijin dari pemerintah dan dengan mitranya melakukan aktivitas di di dalam dan di luar kawasan CAPW. Lebih lanjut dikatakan bahwa ada kewajiban pajak dari KOPERMAS kepada Menteri Kehutanan, dengan demikian pemerintah melalui Dinas Kehutanan maupun BBKSDA bertanggungjawab atas kelalaian yang terjadi.

Septer J. Manaufandu dari FOKER Kalaupun pemerintah baik provinsi dan pusat mengatakan bahwa bencana banjir wasior adalah fenomena alam akibat curah hujan yang begitu tinggi dalam 3 bulan terakhir maka juga menjadi tanggungjawab pemerintah. Pemerintah gagal dan lalai memberikan update informasi yang berkualitas dari hasil monitoring BBKSDA tentang perubahan-perubahan daya dukung ekosistem yang terjadi di kawasan CAPW. Sehingga bentuk peringatan bagi masyarakat wasior dan sekitar tentang situasi tersebut. Atas dasar inilah, yang kemudian kita mendesak Negara bertanggungjawabjawab atas kejadian banjir bandang wasior yang adalah merupakan bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Negara.

Banjir bandang adalah salah satu dari dua peristiwa besar yang terjadi dalam sepuluh tahun terakhir di kabupaten teluk Wondama yang menyebabkan sejumlah orang meninggal, hilang, luka-luka dan kehilangan tempat tinggal. Hingga Jam 21.00 waktu Papua, Tanggal 13 Oktober 2010 jumlah korban yang meninggal dunia telah mencapai angka 156 orang, 123 hilang (sumber Basarnas). Luka berat 188 orang, luka ringan 665 dan Penduduk yang mengungsi sekeitar 8000 orang ke wilayah kabupaten Manokwari dan Nabire. Peristiwa besar lainnya adalah operasi penyisiran oleh brimob Polda Papua untuk mengejar pelaku pembunuhan 5 personil Brimob Polda Papua yang bertugas di Pos Pam Brimob Polda di perusahaan HPH CV Vatika Papua Perkasa di kampong Wondiboy pada Juni 2001. Konflik yang terjadi disebabkan oleh adanya aktivitas pengumpulan hasil hutan kayu, kepemilikan lahan, dan ganti rugi yang tidak layak. Operasi dilakukan secara sistematis dan terindikasi bahwa telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan. Kasus tersebut telah di selidiki oleh KPP HAM Komnas HAM dan telah dilimpahkan kepada Kejaksaan Agung RI di Jakarta. Kasus tersebut hingga kini terus mengendap dan Pelaku (Negara) belum dapat dimintai pertanggungjawabannya. Dalam peristiwa tersebut dilaporkan 144 orang ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang dan mengalami penganiayaan dan penyiksaan; 6 orang dibunuh secara kilat; 26 orang hilang; 6 orang meninggal dunia, salah satu meninggal dalam tahanan Polres Manokwari, 55 rumah penduduk di bakar dan dibongkar (http://www.flickr.com/photos/elshamnewsservice/). @ENS