Monday, August 22, 2011

TN Wasur, Plasma Nutfah Lintas Benua

oleh; Erwin Edhi Prasetya & Timbuktu Harthana

<a href='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?n=a3126491&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img src='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/avw.php?zoneid=951&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=a3126491' border='0' alt='' /></a>

Lokasinya bukan di Australia. Namun, atmosfer ”aborigin” bisa Anda temukan di sini. Paling tidak, kanguru, rawa-rawa berair bening, dan hamparan savana menyedot perhatian Anda. Jangan lupa mengelus rumah rayap sebelum kemudian menyentuh tugu perbatasan negara RI-Papua Niugini.

Itulah secuil gambaran eksotisme di Taman Nasional (TN) Wasur, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Begitu memasuki kawasan taman nasional di ujung timur Nusantara ini, deretan rumah rayap (musamus) menjulang di sela deretan pohon bus (Malaleuca sp), salah satu tanaman endemik di tanah Papua bagian selatan.

Koakan burung alap-alap dan siulan nakal burung nuri sesekali memecah kesunyian. Dari atas kap mobil gardan ganda yang Kompas tumpangi, terpotret satu per satu keragaman hayati dan roda kehidupan penduduk lokal.

Taman nasional seluas 413.810 hektar ini terbentang di tiga distrik, yakni Distrik Sota, Naukenjerai, dan Merauke, di Kabupaten Merauke. Gerbang masuk TN Wasur, memang tak terlalu jauh dari pusat kota Merauke, hanya 15 kilometer, atau hanya 20 menit menggunakan kendaraan sewaan. Namun, untuk menjelajahi seluruh kawasan, butuh waktu lebih dari dua malam. Maklum, tiap lokasi yang menyuguhkan panorama alam selatan Papua, harus dijangkau dengan melewati jalan tanah merah dan rawa-rawa.

”Potensi wisatanya cukup besar. Namun wisata di TN Wasur memang untuk yang memiliki minat khusus,” ujar Dadang Suganda, Kepala Balai TN Wasur, awal April lalu.

Sebagai contoh, Danau Rawa Biru, memendam keanekaragaman flora dan fauna. Untuk berpetualang menelusuri TN Wasur dibutuhkan fisik yang prima. Pada musim penghujan, pengunjung harus menaiki mobil gardan ganda yang sudah dimodifikasi dengan roda ukuran ekstra agar tangguh melewati medan berawa berlumpur. Atau, menjajal sepeda motor trail jika ingin lebih tertantang. Tarifnya beragam. Mobil garda ganda Rp 2 juta per hari.

Ongkos sewa kendaraan memang cukup menguras dompet. Tetapi, tarif masuk ke kawasan itu relatif murah. Wisatawan lokal cukup membayar Rp 1.000 per orang. Wisatawan mancanegara dikenai Rp 10.000. Ada baiknya Anda mendapatkan surat izin masuk kawasan dan mencari informasi lebih dulu di kantor Balai TN Wasur. Siapa tahu bisa dapat panduan lebih lengkap.

Agung Widya, petugas di TN Wasur memberi saran, sebaiknya berkunjung di musim kemarau. Sebab, lahan basah di kawasan berupa rawa-rawa, ini saat kemarau akan mengering dan menjadi tempat mencari makan ratusan jenis satwa di taman nasional. Ribuan burung migran dari Benua Australia juga hinggap di sini. Saat kering, jalan mudah dilewati, dan petualang sejati bisa berkemah di padang savana di daerah Ukra dan Kondo.

Inilah surga plasma nutfah yang tersebar pada enam ekosistem, yaitu ekosistem rawa berair payau musiman, rawa berair tawar permanen, pesisir berair tawar, daratan berair tawar, daratan berair payau-asin, dan daratan berair payau.

Vegetasi di TN Wasur, di antaranya hutan dominan bus (Melaleuca sp), hutan co-dominan Melaleuca sp-Eucalyptus sp, hutan bakau, savana, padang rumput, dan padang rumput rawa. Jenis tanaman yang banyak ditemui adalah pohon bus, akasia, kayu putih, dan pohon besar lainnya dengan diameter di atas 100 cm. Tak dimungkiri, anggrek juga salah satu kekayaan flora yang tersimpan di TN Wasur, seperti anggrek nanas.

Berdasarkan catatan Balai TN Wasur, terdapat 34 spesies dari 80 spesies mamalia yang telah teridentifikasi. Di antaranya mamalia endemik, seperti kanguru lapang (Macropus agilis), kanguru hutan (Darcopsis veterum), dan kanguru tanah (Thylogale brunii). Ukurannya memang lebih mungil dibandingkan dengan kanguru di Australia, tetapi di situlah keunikannya: kita dapat melihat lompatan lincah kanguru dari dekat. Anda bisa mengelus atau menggendong anak kanguru.

Selain itu, rusa (Cervus timorensis), musang hutan (Dasyurus spartacus), dan kuskus berbintik (Spilocuscus Petaurus breviceps), juga bisa kita lihat di taman nasional ini. Sebagai kawasan lahan basah, di TN Wasur banyak hidup reptil dan amfibi. Hasil survei menunjukkan ada 26 jenis reptil, di antaranya 2 jenis buaya, yakni buaya rawa dan buaya muara, 3 jenis biawak (Varanus sp), 4 jenis kura-kura, 5 jenis kadal (Mabouya sp), 8 jenis ular (Condoidae, Liasis, dan Pyton), dan 3 jenis katak yaitu katak pohon, katak pohon irian, dan katak hijau.

Dadang menuturkan, di sejumlah titik di kawasan Danau Rawa Biru, pengunjung bisa mengamati tingkah polah burung cenderawasih (Paradisea apoda novaguineae), dan aneka jenis burung lain yang hidup bebas. Namun, memang tak mudah bertemu dengan burung berbulu indah itu, sebab kita harus menyeberangi rawa-rawa dengan kole-kole (perahu tradisional suku Marind yang terbuat dari kayu utuh pohon bus).

Tidak hanya cenderawasih, di taman nasional yang berbatasan langsung dengan Suaka Marga Satwa Tonda Papua New Guniea, itu tercatat 403 spesies burung dengan 200 spesies burung endemik Papua, dan 114 di antaranya berstatus dilindungi. Seperti garuda irian (Aquila gurneyei), kakatua raja (Probociger atherimus), mambruk (Crown pigeons), kasuari (Cassowary), dan elang laut dada putih (Haliaetus leucogaster).

Di Danau Rawa Biru, bulan Agustus-November, selalu berdatangan ribuan burung migran dari Australia dan Selandia Baru, seperti burung ndarau/bangau abu-abu, pelikan, ibis, dan paruh sendok (Royal spoonbills). Bahkan, hasil pengamatan 2009, tercatat burung biru laut ekor hitam (Limosa limosa) yang ditandai bendera hitam putih oleh China, bermigrasi mencari makan di Rawa Biru.

Kehadiran burung-burung migran menjadi daya tarik khusus karena hanya terjadi sekali setahun. Biasanya, ribuan burung migran itu dijumpai di daerah Rawa Dogamit, Rawa Blatar, dan Pantai Ndalir.

Sekitar 48 jenis insekta, di antaranya rayap tanah, sang arsitek bomi, yakni rumah rayap yang tingginya bisa mencapai 5 meter, menghuni taman nasional ini. Sebaran ribuan bomi, yang konon hanya ada di Afrika, Australi, dan Papua, ini menjadi daya tarik TN Wasur. Tak ketinggalan, 75 spesies kupu-kupu, beterbangan di savana Wasur.

Yang suka memancing, bisa berburu ikan gabus, betik, atau arwana silver, yang ikut menghuni rawa-rawa ini. Masyarakat setempat biasa berburu anakan ikan arwana untuk dijual, di bulan November-Desember. Totalnya, 39 jenis dari 72 jenis ikan di hamparan rawa-rawa di TN Wasur telah teridentifikasi.

Bila perjalanan dilanjutkan lurus ke arah timur, mengikuti jalan trans-Papua, wisatawan akan sampai di tugu perbatasan RI-PNG dan Tugu Sabang-Merauke di Sota. Jaraknya sekitar 79 km dari Kota Merauke. Sepanjang perjalanan kita akan melintasi beberapa kampung dari 15 perkampungan yang ditinggali oleh suku-suku asli. Mereka telah bermukim di sini sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai taman nasional.

Empat suku itu adalah suku Marind, dan tiga subsuku Marind, yaitu suku Marory Men-Gey, Yei, dan Kanum. Warga keempat suku masih memegang erat budaya hidup meramu, mengumpulkan bahan makanan, seperti sagu dari hutan dan hasil kebun, serta berburu secara tradisional. Masyarakat suku Kanum dan Marind, yang tinggal di dalam kawasan Wasur hidup dengan berburu kanguru dan rusa. Namun, populasi satwa terjaga melalui kearifan lokal berupa sasi: larangan mengeksploitasi alam secara berlebihan.

Masyarakat suku Marind adalah masyarakat yang ramah dan terbuka kepada orang lain. Anda bisa ikut mereka berburu. Sebagai langkah pendekatan, sodorkankah pinang dan rokok.

Sempatkan pula menyusuri Danau Rawa Biru dengan naik kole-kole. Lengkaplah sudah petualangan Anda di surga flasma nutfah lintas benua.

sumber; http://regional.kompas.com