Saturday, September 24, 2011

Karyawan Freeport Mogok, Indonesia Tertohok

Iklim investasi di Indonesia kembali tercoreng. Kali ini penyebabnya adalah aksi mogok kerja karyawan PT Freeport Indonesia di Papua. Terhitung sejak Kamis (15/9/2011) dini hari, sekitar 8000 karyawan tambang emas terbesar di dunia itu menghentikan pekerjaannya.

Para pekerja Freeport-McMoRan Copper Gold Inc (FCX) di pertambangan Grasberg, Indonesia, itu berencana melakukan mogok kerja selama satu bulan. Aksi ini dilakukan karena penolakan kenaikan gaji yang diajukan serikat pekerja.

Ini adalah pemogokan yang kedua kali. Pemogokan pertama dilakukan pada Juli lalu. Namun pada saat itu pekerja Freeport bisa dibujuk untuk bekerja kembali. Tetapi dalam pemogokan kedua ini, para bekerja bertekad melakukannya selama satu bulan.

Menurut juru bicara Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Freeport Indonesia, Juli Parorongan, selama ini pihak pekerja dan manajemen masih menemui jalan buntu saat merumuskan perjanjiian kerja untuk tahun 2012-2013. "Pihak perusahaan belum mau terbuka dengan tawaran dari pihak pekerja," ungkap Juli.

Meskipun telah dimediasi oleh sejumlah instansi terkait, pembicaraan di antara kedua belah pihak belum menemukan titik temu. Karena itu, pada pukul 24.00 tepat memasuki hari Kamis, semua pekerja akan meletakkan alat dan berhenti kerja. "Aktivitas telah berhenti total," kata Juli Parorongan. Pada Kamis pagi, sekitar 8 ribu pekerja non-staf di bagian produksi, distribusi dan pertambangan di Grasberg turun ke wilayah operasi dataran rendah.

Juru bicara PT Freeport Indonesia, Ramdani Sirait, mengungkap bahwa pihak manajemen ingin meneruskan perundingan. Negosiasi sendiri sebenarnya telah dimulai sejak aksi mogok kerja selama 8 hari pada bulan Juli. Negosiasi mengenai kontrak untuk tahun 2011-2013 pun berlangsung selama 38 hari, dan berhenti pada 26 Agustus lalu.

Sejatinya, PT Freeport Indonesia telah bersedia mengabulkan sebagian tuntutan para pekerja, yakni mencabut pemecatan enam pengurus serikat buruh Freeport dan merundingkan kembali Perjanjian Kerja Bersama pada 20 Juli. Namun perundingan itu menemui jalan buntu. Pihak manajemen PT Freeport Indonesia menolak tuntutan kenaikan upah harian para pekerja.

Para pekerja Freeport menuntut kenaikan upah dari US$1,5 atau Rp12.800 menjadi US$3 atau Rp25.600 per jam. Pekerja menilai, gaji mereka jauh di bawah standar gaji karyawan perusahaan tambang yang sudah beroperasi selama puluhan tahun itu. Sekedar diketahui, di sejumlah negara lain, upah pekerja Freeport mencapai U$15 atau Rp128.250 lebih perjam.

PT Freeport Indonesia adalah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, sebuah perusahaan milik Amerika Serikat yang berbasis di kota Houston. Perusahaan ini disebut-sebut sebagai pembayar pajak terbesar kepada Indonesia, namun banyak pihak termasuk pemerhati HAM dan analis politik menyebut kontribusi keuangan Freeport terhadap Indonesia masih kecil dibanding dengan penghasilan tahunannya yang bisa mencapai triliunan rupiah.

Pemogokan kerja yang digelar para pekerja Freeport, tak pelak, membuat gerah para pejabat di Jakarta. Pasalnya, menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh, pemogokan di Freeport itu berpotensi mengganggu iklim investasi. Penerimaan negara pun hilang hingga jutaan dolar AS per hari.

Darwin mengatakan, akibat terhentinya proses produksi Freeport, maka penerimaan negara dari pajak dan nonpajak pun akan berhenti. "Kerugian penerimaan negara sekitar 6,7 juta dolar AS per hari,” ujarnya saat mengelar press conferen di kantor ESDM, Jakarta, Jumat lalu.

Selain pemerintah, Freeport yang tiap harinya mampu menambang 230 ribu ton biji emas dan tembaga pun juga bakal merugi belasan juta dolar AS per hari. "Hitungan sementara, dampak pemogokan adalah turunnya penjualan sebesar US$ 19 juta per hari,’’ kata Darwin.

Saking seriusnya urusan itu, Darwin dan Dirjen Mineral dan Batuan Thamrin Sihite langsung terbang ke Papua untuk meredakan situasi. Pada Sabtu (16/9/2011) sore, Darwin menggelar pertemuan tertutup dengan perwakilan Pemerintah Provinsi Papua dan pimpinan manajemen PT Freeport Indonesia di Jayapura.

Pertemuan hingga tengah malam itu antara lain diikuti Asisten I Setda Provinsi Papua, Eliezer Renmaur, dan Kapolda Papua Irjen Pol Bigman Lumban Tobing, dan presiden Direktur dan CEO PTFI, Armando Mahler.

Selama di Papua, Darwin juga menemui para pekerja yang melakukan aksi mogok. Menurut Darwin, aksi mogok kerja yang dilakukan oleh karyawan memang sah dalam suatu hubungan ketenagakerjaan. Meski demikian, sebagai kementerian teknis, ESDM akan mencoba melakukan mediasi agar kepentingan nasional di sektor ESDM tetap terjaga. "Kami akan terus menjaga iklim investasi," ungkapnya.

Untuk itu, kata Darwin, Kemeterian ESDM beserta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi akan menjembatani kedua belah pihak, yakni manajemen dan karyawan. (HP)

Sumber; http://www.gatra.com/